Blog Inspirasi dan Aktivitas Ibu Lupita Pemba Guru Biologi Syuradikara Flores
Senin, 09 Agustus 2021
Minggu, 08 Agustus 2021
Rabu, 02 Juni 2021
ARTIKEL REFLEKSI : AKSI NYATA MODUL 3,3. PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID
“Lakukan yang terbaik di semua kesempatan yang kamu miliki”
Dalam rangka menuju Assesmen nasional 2021, kompetensi literasi-numerasi sangat penting dipersiapkan oleh para guru dengan melakukan optimalisasi proses pembelajaran di dalam kelas. Dalam era merdeka belajar saat ini, Pembelajaran Berdiferensiasi merupakan pilihan yang paling tepat dan bisa memenuhi kebutuhan murid menuju tercapainya Profil Pelajar Pancasila . Untuk itu maka kami merancang sebuah program yaitu Program Optimalisasi Pembelajaran melalui Integrasi Literasi-Numerasi dalam proses pembelajaran yang berdiferensiasi menuju Assesmen Nasional 2021 di SMAK Syuradikara Ende.
Program ini adalah program untuk meningkatkan capaian kompetensi Literasi-numerasi murid melalui pembelajaran yang berdiferensiasi dengan cara mengubah cara pembelajaran yang disesuaikan dengan minat tingkat kognitif dan gaya belajar siswa dengan mengintegrasikan kegiatan literasi-numerasi di dalamnya. Pembelajaran berdiferensiasi ini dapat dikategorikan menjadi 3 macam yaitu berdiferensiasi konten, berdiferensiasi proses dan berdiferensasi produk, sehingga melalui pembelajarn berdiferensiasi akan di dapat kebebasan di dalam berkarya dan murid belajar lebih nyaman karena mereka belajar sesuai minat dan bakatnya tingkat kognitif, dan gaya belajarnya. Gagasan utama program ini diajukan oleh Komunitas Praktisi GUru Penggerak di tingkat Sekolah. Program ini sementara dijalankan dulu oleh guru-guru yang tergabung dalam komunitas sambil melakukan perbaikan sebelum diimbaskan kepada guru lain di awal Bulan Juli 2021 nanti dalam Program Sekolah.
Berikut adalah beberapa dokumentasi aksi nyata pembelajaran berdiferensiasi yang sudah dan sementara dilakukan oleh guru-guru yang tergabung dalam Komunitas Praktisi Guru Penggerak di tingkat sekolah pada bulan April-Mei 2021 :
1. Mata Pelajaran Biologi : Praktek Uji Kandungan Urine (Setiap Murid melakukan Uji Urinennya masing-masing)
2. Mata Pelajaran Matematika : Fungsi Komposisi & Fungsi Invers
3. Mata Pelajaran Bahasa Inggris : Menafsirkan Social Function melalui Lirik Lagu
4. Mata Pelajaran Prakarya : Pengolahan Makanan Internasional & Tradisional (Di rumah-masing-masing)
Link Video :Ø https://www.youtube.com/watch?v=oVOzhbSbnBg
5. Mata Pelajaran Seni Budaya : Tarian Tradisional Indonesia (Murid memilih sendiri jenis Tarian Kreasi Nusantara )
- Link Video 1 : https://youtu.be/fqVtRfh5qrc
- Link Video 2 : https://youtu.be/U-fW_fMw0bw
6. Mata Pelajaran Bahasa Inggris : Aplikasi Causal Effect Murid secara lisan maupun tulisan
Perasaan (Feelings) :
Perasaan yang kami alami sebagai guru ketika menerapkan pembelajaran di kelas pada umumnya senang ,walaupun pada saat pertama terasa agak kaku, namun kami menikmati proses adaptasi tersebut sebagai bagian dari pengembangan diri dan profesi . Anak-anak pun merespon dengan sangat baik perubahan-perubahan yang dilakukan oleh Bapak/Ibu Gurunya. Mereka terlihat mulai menikmati kelas dan senang belajar karena mendapat banyak kesempatan dan pilihan keputusan yang diberikan oleh Bapak/Ibu Gurunya dalam proses pembelajaran berdiferensiasi
Pembelajaran (Findings) :
Hasil wawancara yang dilakukan di minggu ketiga bulan Mei menunjukkan hasil yang baik, sebagian besar murid sangat menyukai pembelajaran berdiferensasi yang dilakukan oleh gurunya, Hanya masih ditemukan beberapa anak yang belum cukup yakin dengan minat dan gaya belajarnya dan masih ikut-ikutan temannya Kalau teman buat rekaman anak tersebut akan ikut buat rekaman kalau buat infografis anak tersebut juga ikut buat infografis. Setelah guru melaukan bimbingan dan menggali lebih dalam tentang gaya belajar dan minatnya maka di minggu keempat anak tersebut sudah yakin dan percaya diri untuk membuat produk sesuai gaya belajar dan minatnya tanpa perlu lagi ikut teman lagi
Penerapan ke depan (Future) :
Rencana perbaikan kedepan adalah :
1. Meningkatkan konsistensi para guru untuk menerapkan integrasi kompetensi literasi-numerasi dalam pembelajaran berdiferensiasi di kelas masing masing.
2. Mengimbas dan mengajak lebih banyak lagi guru mapel di sekolah untuk secepatnya bergerak menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas mereka.
3. Menggalang dukungan dari berbagai pihak yang berkepentingan
4. Mengoptimalkan pemanfaatan 7 aset yang dimiliki oleh sekolah dalam pelaksanaan program ini.
TERIMA KASIH
Senin, 31 Mei 2021
PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID
Sebagai institusi pemdidikan, tentunya setiap sekolah mempunyai Program Sekolah. Keberhasilan dari sebuah Program Sekolah sangat tergantung pada cara pandang sekolah melihat ekosistemnya: Apakah sebagai kekuatan atau sebagai kekurangan. Pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif. Sekolah yang memandang semua yang dimiliki adalah suatu kekuatan, tidak akan berfokus pada kekurangan tapi berupaya pada pemanfaatan aset yang dimiliki. Program kerja sekolah dapat dilihat sebagai proses perencanaan terhadap semua hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan pendidikan di suatu sekolah untuk mencapai tujuan/maksud pendidikan tersebut diatas secara efektif dan efisien.
Dalam Pendidikan Guru Penggerak, Program Kerja Sekolah yang dimaksud adalah Program sekolah yang berdampak pada murid. Oleh karena itu, peran Guru penggerak adalah sebagai pemimpin dalam pengelolaan Program Sekolah yang berdampak pada murid. Program yang berdampak pada murid adalah program yang meningkatkan keberpihakan pada murid dengan cara menguatkan yang sudah ada (spirit), mendorong kebermaknaan (komitmen) serta mengimplementasikan kepemimpinan murid (kontekstual). Contohnya seperti program sekolah untuk meningkatkan kompetensi murid pada aspek kepemimpinan/literasi/toleransi menuju tercapainya Profil pelajar Pancasila ( Beriman dan berakhlak mulia, Mandiri, Bernalar Kritis, Kreatif, Gotong-royong, Berkebinekaan Global). Penyusunan program yang berdampak pada murid disesuaikan dengan kondisi sekolah , potensi/aset daerah sekitar , kondisi sosial dan budaya masyarakat sekitar , kebutuhan murid dan memperhatikan resiko yang akan timbul dari Program tersebut. Secara umum langkah program adalah perencanaan-implemebtasi-evaluasi. Agar semua program sekolah yang disusun dapat berdampak positif pada murid (efektif) dan efisien, maka proses penyusunan Program dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa langkah-langkah saintifik Inkuiri Apresiatif Model BAGJA/5 D (Manajemen Berbasis Kekuatan). 5 D : Salah satu strategi yang digunakan untuk tahapan membuat program. 5 D merupakan akronim dari Define, Discovery, Dream, Design, Destiny/Deliver. Sedangkan BAGJA : merupakan kontekstualisasi dari konsep 5D; akronim dari B (Buat pertanyaan); A (Ambil pelajaran) ; G (Gali mimpi) ; J (Jabarkan rencana); dan A (Atur Eksekusi). Selain BAGJA, alat bantu lainnya adalah 7 Modal/Aset sekolah (Modal manusia, Modal sosial. Modal fisik, Modal lingkungan/alam. Modal Finansial, Modal Politik, Modal Agama & Kebudayaan), 5 Tipe Resiko, 5 prinsip Monev dan 12 pedoman MELR yang akan dijelaskan lebih lanjut setelah ini.
Dunia pendidikan kita juga mengenal istilah manajemen pendidikan yang dilakukan sekolah untuk mengembangkan mutu sekolah dan manajemen resiko merupakan salah satu hal wajib yang harus dilakukan dalam merencanakan program sekolah. Manajemen resiko haruslah menjadi satu kesatuan bagian yang tak terpisahkan dari pelaksanaan sistem manajemen di sekolah. Labombang (2011: 39) berpendapat bahwa walaupun suatu kegiatan telah direncanakan sebaik mungkin, namun tetap mengandung ketidakpastian bahwa nanti akan berjalan sepenuhnya sesuai rencana.
Resiko dalam sebuah program merupakan sebuah langkah awal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi segala sesuatu yang kemungkinan besar dapat terjadi, termasuk juga dalam merencanakan dan melaksanakan program pendidikan. Resiki akan muncul bersama dengan tujuan dan kegiatan sebuah program. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan wajib melakukan rangkaian analisis dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengendalikan dan mengevaluasi risiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan program sekolah. Dalam Prinsip Dasar Manajemen resiko (2019:3), Manajemen resiko adalah metode yang tersusun secara logis dan sistematis dari suatu rangkaian kegiatan; penetapan konteks, identifikasi,analisa, evaluasi, pengendalian serta komunikasi resiko. Berikut adalah penjelasan langkah-langkah sistematis yang ada dalam Manajemen Resiko yaitu ;
1. Penetapan konteks : menetapkan strategi , kebijakan sekolah dan ruang lingkup manajemen resiko yang akan dilakukan.
2. Identifikasi : mengidentifikasi apa,mengapa dan bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko dari program untuk dianalisis lebih lanjut
3. Analisa : Dilakukan dengan menentukan tingkatan probabilitas dan konsekuensi yang akan terjadi. Kemudian ditentukan tingkatan resiko yang ada dengan mengalikan kedua variabel tersebut (probabilitas X konsekuensi)
4. Evaluasi : Membandingkan tingkat resiko yang ada dengan kriteria standar. Jika tingkat resiko ditetapkan rendah,maka resiko tersebut masuk ke dalam kategori yang dapat diterima dan mungkin hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan pengendalian.
5. Pengendalian serta komunikasi resiko: melakukan penurunan derajat probabilitas dan konsekuensi yang ada dengan menggunakan berbagai alternatif metode.
Resiko tidak dapat dihindari tetapi dapat dikelola dan dikendalikan karena apabila resiko tidak dikelola dengan baik maka akan mengakibatkan kerugian serta hambatan, sehingga program sekolah yang telah direncanakan tidak berjalan dengan baik Begitu pula sebaliknya apabila resiko dapat dikelola dengan baik maka sekolah dapat meminimalisir segala kerugian yang dapat menghambat jalannya program sekolah yang telah direncanakan.
Risiko merupakan sesuatu yang memiliki dampak terhadap pencapaian tujuan organisasi. beberapa tipe resiko di lembaga pendidikan, meliputi:
1. Resiko Strategis : merupakan resiko yang berpengaruh terhadap kemampuan organisasi mencapai tujuan
2. Resiko Keuangan : merupakan resiko yang mungkin akan berakibat berkurangnya aset
3. Resiko operasional : merupakan resiko yang berdampak pada kelangsungan proses manajemen
4. Resiko pemenuhan: merupakan resiko yang berdampak pada kemampuan proses dan prosuderal internal untuk memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku
5. Resiko Reputasi : merupakan risiko yang berdampak pada reputasi dan merek lembaga. (Princewatercoper, 2003)
Pada akhirnya perubahan-perubahan yang dilakukan sekolah akan menimbulkan suatu resiko, namun tidak melakukan perubahan pun merupakan sebuah resiko.
Dalam membuat program, selain manajemen resiko, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan, yaitu tahapan MELR: Monitoring, Evaluation, Learning, Reporting (Monitoring, Evaluasi Pembelajaran, Laporan). Monitoring dan evaluasi adalah suatu aktivitas yang sangat penting untuk mendukung tercapainya suatu tujuan dari proyek atau program yang dilakukan. Kertsy Hobson, dkk (2013) dalam buku yang berjudul “A Step by Step Guide to Monitor and Evaluation”, Hobson dkk menjelaskan bahwa monitoring adalah proses menghimpun informasi dan analisis internal dari sebuah proyek atau program. Evaluasi adalah sebuah penilaian retrospektif secara periodik pada satu proyek atau program yang telah selesai. Biasanya kegiatan evaluasi melibatkan penilai luar yang independen.
Monitoring dan evaluasi, atau lebih mudah disingkat dengan M&E, perlu disinergikan dengan kegiatan atau program yang sedang berjalan dengan melakukan perencanaan, tindakan, dan refleksi. Ketiga aktivitas ini menjadi sebuah siklus yang dapat dilakukan berulang-ulang. Dalam melakukan monitoring dan evaluasi, Kertsy Hobson menawaran dua belas prinsip dasar yang dapat digunakan sebagai pedoman:
1. Pertama, mengapa perlu melakukan monitoring dan evaluasi? Tahap awal sebelum melakukan monitoring dan evaluasi adalah mengetahui alasan mengapa monitoring dan evaluasi dibutuhkan. Banyak hal positif yang bisa diperoleh dari aktivitas monitoring dan evaluasi.
2. Kedua adalah menyetujui prinsip-prinsip yang menjadi pedoman. Prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam melakukan monitoring dan evaluasi adalah hal penting untuk dimiliki. Beberapa prinsip yang harus dipenuhi adalah bahwa monitoring dan evaluasi harus relevan, berguna, sesuai dengan waktu yang ditetapkan, dan kredibel.
3. Ketiga, menentukan program atau proyek yang perlu dimonitor. Penting untuk menentukan program atau kegiatan yang harus dimonitor berdasarkan pada tingkat prioritasnya. Dengan demikian, perlu dipikirkan program mana yang akan dinilai, untuk periode kapan, dan apakah program tersebut adalah aktivitas yang sedang berlangsung sehingga perlu dimonitoring, atau sebagai rangkaian aktivitas yang sudah selesai sehingga perlu dievaluasi.
4. Keempat adalah menentukan siapa saja yang terlibat dalam setiap tahapan monitoring dan evaluasi. Untuk memastikan M&E relevan untuk pihak pemangku kepentingan, perlu dipertimbangkan informasi yang butuhkan oleh pihak pemangku kepentingan. Untuk itu, identifikasi siapa saja dari para pihak pemangku kepentingan yang menjadi bagian internal program dan eksternal program adalah hal yang perlu diperhatikan.
5. Kelima, adalah menentukan topik kunci dan pertanyaan untuk melakukan investigasi. Langkah selanjutnya adalah menentukan isu dan pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya. Contoh pertanyaan internal yang dapat diajukan kepada kelompok adalah: seberapa baik anggota kelompok bisa bekerja sama dalam hubungannya dengan sumber daya manusia, kepemimpinan, biaya, dan manajemen? Seberapa baik anggota kelompok bisa bekerja dengan orang lain?
6. Keenam adalah mengklarifikasi sasaran, tujuan, aktivitas, dan langkah-langkah untuk berubah. Untuk dapat menilai kemajuan, perlu diketahui apa yang sedang diraih dan bagaimana cara meraihnya dengan kembali melihat apa yang menjadi tujuan, target, dan kegiatan yang sudah dilakukan. Berikut adalah beberapa konsep penting yang menjadi kunci dalam strategi dan desain program atau proyek adalah :
1) Aim (dampak yang diinginkan), yaitu dampak akhir yang ingin diraih pada kehidupan orang lain atau lingkungan sekitar.
2) Objective (tujuan; outcome yang diinginkan), yaitu perubahan-perubahan yang perlu dilakukan untuk mencapai dampak yang diinginkan)
3) Output, yaitu hasil cepat yang diraih dari satu kegiatan yang dapat berkontribusi terhadap tujuan yang ingin dicapai (objective).
4) Activities, yaitu kegiatan program atau kegiatan proyek yang sedang dilakukan sebagai proses memperoleh output yang diinginkan.
5) Inputs, yaitu semua yang diperlukan selama melakukan kegiatan program atau proyek, seperti manusia, keuangan, organisasi, teknis, dan semua sumber daya sosial.
Adapun strategi dan desain program untuk mencapai perubahan dapat dijelaskan dengan tahapan: input – kegiatan –output – outcome – dampak (impact)
7. Ketujuh adalah mengidentifikasi informasi yang perlu diketahui. Informasi yang diperlukan biasanya ditujukan untuk memantau atau menilai apa saja yang berubah, memahami mengapa bisa berubah, dan menginterpretasi perubahan. Informasi yang diinginkan dapat berupa data kuantitatif (menjawab pertanyaan, apa, berapa, dan kapan) atau data kualitatif (menjawab pertanyaan mengapa, bagaimana)
8. Kedelapan adalah memutuskan bagaimana informasi diperoleh. Biasanya data diperoleh melalui berbagai sumber internal dan eksternal. Pengumpulan metode Informasi yang digunakan untuk monitoring internal adalah rekam jejak internal kegiatan, menyimpan data sekunder yang relevan, workshop kelompok yang dilakukan secara periodik, diskusi, FGD, survei periodik, dan perlengkapan komunitas. Evaluasi dapat dilakukan oleh pihak eksternal. Biasanya evaluasi yang dilakukan oleh pihak luar berupa wawancara. Penilai eksternal dapat menggunakan data yang diperoleh melalui sistem monitoring internal.
9. Kesembilan, menilai kontribusi/pengaruh yang diberikan. Bagian penting dari M&E adalah menilai pengaruh atau kontribusi kegiatan terhadap dampak atau outcome yang dapat diobservasi. Untuk melihat pengaruh atau kontribusi yang dapat dirasakan, penilaian dapat dengan melakukan kontrol secara acak, atau melakukan penilaian retrospektif.
10. Kesepuluh adalah menganalisis dan menggunakan informasi. Tujuan utama dari monitoring adalah untuk mendukung pengambilan keputusan internal dan perencanaan sehingga dilakukan analisis secara periodik, menilai, dan menggunakan informasi tersebut. Tips dalam menganalisis dapat disesuaikan dengan sifat data, yaitu :
Ø Jika data adalah informasi bersifat kualitatif : mengidentifikasi kategori, menginterpretasikan temuan, dan bersiap untuk hasil yang di luar perkiraan.
Ø Jika data adalah informasi yang bersifat kuantitatif: menghitung total sampel, menghitung rata-rata dan persentase serta melakukan pengujian statistik.
11. Kesebelas adalah menjelaskan data. Data yang dijelaskan sangat bergantung pada tujuan. Data disampaikan kepada pihak pemangku kepentingan yang relevan dengan data yang akan dijelaskan. Dalam menjelaskan data, perlu ditentukan siapa yang menjadi pendengar atau hadirin, menjahitkan data agar bisa dipahami oleh pemangku kepentingan, memindahkan data menjadi grafik, dan menggambarkan hasil-hasil penting kepada pemangku kepentingan atau hadirin.
12. Kedua belas adalah tentang etika dan proteksi data. Dalam etika memproteksi data, semua peserta atau responden yang dilibatkan selama proses monitoring dan evaluasi wajib dijaga kerahasiaannya.
Seringkali ada kesulitan untuk membedakan Monotoring (M) dan Evaluasi (E). Berikut adalah Tabel Perbedaan antara Monitoring dan Evaluasi :
Dr Roger Greenaway seoarang ahli di bidang pelatihan guru dan sebagai fasilitator merancang kerangka kerja L /Pembelajaran (Learning) melalui empat tingkat atau model 4 F, yaitu :
1. Fact (Fakta ): Catatan objektif tentang apa yang terjadi
2. Feeling (Perasaan): Reaksi emosional terhadap situasi
3. Finding (Temuan): Pembelajaran konkret yang dapat diambil dari situasi tersebut
4. Future (Masa Depan): Menyusun pembelajaran digunakan di masa depan
Model ini dapat digunakan untuk berpikir dan merefleksikan situasi dan dapat membantu menyusun refleksi tertulis. Model ini mudah diingat dan membahas aspek utama dari apa yang perlu dipertimbangkan ketika meninjau suatu pengalaman.Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari refleksi perlu ditinjau kembali pemikiran yang dimiliki. Untuk masing-masing bagian sejumlah pertanyaan bermanfaat diuraikan di bawah ini.
1. Fakta (Fact)
² F pertama merupakan fakta yaitu memeriksa urutan peristiwa dan momen-momen penting untuk menarik dan melihat fakta fakta. Membuat laporan singkat yang meliputi (apa?, di mana? kapan?, mengapa? dan bagaimana?) :
Ø Apakah sesuatu yang tidak terduga terjadi? Adakah kejutan?
Ø Apakah sesuatu yang sangat dapat diprediksi terjadi?
Ø Apa yang paling berkesan / berbeda / menarik?
Ø Apa titik balik atau momen kritis?
Ø Apa yang terjadi selanjutnya? Apa yang terjadi sebelumnya?
Ø Apa yang paling memengaruhi sikap dan perilaku Anda?
Ø Apa yang tidak terjadi yang Anda pikir / harapkan akan terjadi.
2. Perasaan (Feeling)
² Menggambarkan perasaan dalam situasi yang dapat membimbing untuk sepenuhnya memahami situasi dan pembelajaran didasarkan pada pengalaman. Mengevaluasi dan menilai secara tidak sengaja dengan perasaan dengan menggunakan ‘merasa’ sebagai penilaian, misalnya ‘Saya merasa mereka salah’, atau feeling perasaan saya adalah itu pilihan yang baik ’, kemudian menulis ulang sebagai perasaan baru. Contoh pertanyaan :
Ø Apa saja perasaan yang dialami
Ø Pada titik apa Anda merasa paling atau paling tidak terlibat?
Ø Perasaan apa lagi yang ada dalam situasi tersebut?
Ø Pada titik mana secara sadar dapat mengendalikan / mengekspresikan perasaan Anda
3. Temuan (Finding)
² Menyelidiki dan menafsirkan situasi untuk menemukan makna dan membuat penilaian. Pertanyaan utama adalah 'bagaimana' dan 'mengapa'. Contoh Pertanyaan :
Ø Mengapa hal tersebut tidak berhasil?
Ø Bagaimana hal tersebut bisa memengaruhi ?
Ø Apakah ada peluang atau penyesalan yang terlewat?
4. Masa depan (Future)
² Mengambil temuan dan mempertimbangkan bagaimana menerapkannya di masa depan. Contoh pertanyaan :
Ø Bagaimana bayangan terhadap masa depan?
Ø Apa yang sudah berubah?
Ø Pilihan apa yang sudah dimiliki?
Ø Bagaimana temuan ini dapat berjalan dengan baik?
Ø Rencana apa yang yang akan dilakukan untuk masa depan?
Menurut Himstreet, et al. (1983), Laporan (Reporting)/disingkar R adalah pesan yang disampaikan secara sistematis dan objektif yang digunakan untukmenyampaikan informasi dari satu bagian organisasi kepada bagian lain atau lembaga lain untuk membantu pengambilan keputusan atau memecahkan persoalan. Laporan (R: reporting) merupakan alat bagi pimpinan untuk menginformasikan atau memberikan masukan untuk setiap pengambilan keputusan yang diambilnya. Oleh karena itu laporan harus akurat, lengkap, dan objektif. Dalam prakteknya, laporan adalah sebuah dokumen yang merupakan produk akhir dari suatu kegiatan. Laporan menyajikan informasi dengan cara yang sangat khusus. Informasi yang terkandung dalam laporan sesungguhnya telah ditulis dan dikumpulkan dalam kertas kerja. Pada dasarnya laporan merupakan gambaran tentang apa (what) yang telah terjadi, di mana (where) kejadian tersebut berlangsung, bilamana (when) kejadian itu terjadi dan mengapa (why) hal itu terjadi, siapa (who) yang bertanggung jawab terhadap sesuatu yang telah terjadi, serta bagaimana (how) kejadiannya. Konsep ini dikenal dengan istilah 5W+ 1H.
Tujuan penyusunan laporan adalah untuk menjadikan informasi yang disampaikan jelas dan mudah dipahami. Oleh karena itu, materi laporan yang disampaikan hanya yang perlu diketahui oleh pihak pembaca. Pada umumnya laporan digunakan untuk menyampaikan tujuan yang bersifat umum sebagai berikut:
1. Memantau dan mengendalikan suatu kegiatan.
2. Membantu mengimplementasikan kebijakan dan prosedur yang telah ditentukan
3. Memenuhi persyaratan.
4. Mendokumentasikan kegiatan
5. Merupakan pedoman untuk persoalan tertentu
Fungsi Laporan Fungsi laporan dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pertanggungjawaban dan pengawasan
2. Laporan merupakan suatu pertanggungjawaban dari seorang kepada pimpinannya sesuai dengan fungsi tugas yang dibebankan kepada yang bersangkutan.
3. Penyampaian informasi : merupakan salah satu sumber informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan fungsi dan tugas-tugasnya.
4. Bahan pengambilan keputusan Dalam pelaksanaan manajemen : untuk keperluan pengambilan keputusan oleh pimpinan diperlukan data atau informasi yang berhubungan dengan keputusan yang diambil. Data atau informasi itu berasal dari semua satuan organisasi atau pejabat di dalam organisasi melalui laporan-laporan. Sebagai salah satu alat untuk membina kerja sama, saling pengertian, dan koordinasi dengan bagian/unit lain.
5. Sebagai salah satu alat untuk memperluas ide dan tukar-menukar pengalaman.
Berikut adalah syarat-syarat laporan agar laporan yang dibuat dapat dengan mudah dibaca dan dimengerti maka laporan tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Laporan mencerminkan Isi laporan. isi laporan harus dapat dimengerti dan dapat memenuhi keinginan yang memintanya maka laporan harus memuat informasi yang benar dan objektif.. Kebenaran dari informasi tersebut sangat penting karena hal tersebut sangat berkaitan dengan pengambilan keputusan. Bila informasi dalam laporan tersebut tidak benar maka keputusan yang diambil pun akan salah.
2. Laporan harus langsung pada sasaran. Perlu disadari bahwa pimpinan mempunyai waktu yang sangat terbatas. Dengan keterbatasan waktu yang dimiliki, hendaknya kita harus mengusahakan agar laporan yang kita buat tidak terlalu panjang sehingga tidak terlalu menyaporan harus diusahakan singkat, tepat, padat, dan jelas serta langsung mengenai persoalannya.
3. Laporan harus lengkap. Kelengkapan suatu laporan banyak ditentukan oleh kemampuan penyusun dalam mengorganisir data yang mencakup semua segi masalah yang dilaporkan. Penyajian dalam bentuk uraian akan lebih lengkap kalau ditunjang dengan supporting data (data penunjang) misalnya, data statistik, grafik, skema, dan sebagainya.
4. Laporan harus tegas dan konsisten. Laporan hendaknya dibuat sedemikian rupa sehingga tidak memberikan kesempatan timbulnya masalah atau persoalan baru. Ini berarti bahwa uraian yang dikemukakan harus tegas dan konsisten antara bagian laporan yang satu dengan bagian yang lainnya.
5. Laporan harus tepat pada waktunya. Agar pimpinan dapat menentukan kebijaksanaan selanjutnya dan dapat menyelesaikan masalah dengan benar maka ketepatan waktu penyampaian laporan harus benar-benar diperhatikan. Laporan harus diusahakan secepat-cepatnya dibuat dan disampaikan kepada pimpinan. Tidak tepatnya waktu penyampaian suatu laporan berarti tindakan korektif yang harus diambil ataupun follow up-nya akan mengalami keterlambatan. Hal ini akan mengakibatkan hal yang negatif pada organisasi.
6. Laporan harus tepat penerimaannya. Laporan pada dasarnya mengandung pengertian komunikasi timbal balik antara yang memberi laporan dengan penerima laporan atau antara atasan dan bawahan. Di satu pihak atasan ingin mengetahui sampai di mana pelaksanaan tugas yang telah diberikannya, dan di lain pihak bawahan ingin mengetahui atau mendapatkan respon dari atasan atas laporannya serta bagaimana follow up dari laporan tersebut. Oleh karena itu, laporan harus benar-benar sampai kepada yang memintanya. Laporan yang tidak sampai kepada sasarannya dan sampai kepada orang yang tidak berhak membacanya, akan menimbulkan masalah yang tidak diinginkan, misalnya terjadi kebocoran rahasia, laporan bagi yang memintanya sudah tidak ada nilainya lagi, dan penilaian negatif oleh atasan terhadap bawahan bersangkutan
Berikut adalah strategi Pelaporan yang efektif yaitu sebelum melakukan laporan, ada beberapa pertanyaan panduan, seperti:
Ø Apakah laporan disiapkan untuk tujuan audit?
Ø Apakah data disiapkan untuk menundukung investigasi tugas pembelajaran yang tidak lengkap?
Ø Apakah laporan bertujuan untuk mendemonstrasikan dampak dari pembelajaran Anda pada sebuah organisasi?
TERIMA KASIH
Sabtu, 01 Mei 2021
KONEKSI ANTAR MATERI-PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA
“Maksud pendidikan itu adalah menuntun kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat.” (Ki Hajar Dewantara, 1936). Ungkapan pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut selaras dengan isi dari UU Sistem Pendidikan Nasional RI No.20/2003 yang menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan , akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Proses menuntun tumbuh kembang peserta didik akan berhasil jika diiringi dengan penanaman nilai-nilai hidup dan nilai-nilai kemanusiaan yang bermakna positif melalui pengalaman. Dengan demikian peserta didik mampu memelihara emosi dan pemikiran positif di dalam dirinya serta menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Sebagai seorang Guru, tentunya memiliki nilai-nilai diri yang telah tertanam, visi pribadi serta peran tersendiri dalam menjalankan profesinya. Untuk itu maka penting bagi Guru untuk mencapai visi sebagai Guru Penggerak melalui inisiatif perubahan yang berbasis kekuatan/aset/potensi yang dimilikinya untuk mengembangkan segenap kekuatan/aset/potensi peserta didiknya. Nilai-nilai yang dianut oleh Guru Penggerak seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid akan membantu guru untuk menjalankan profesinya dan melakukan transformasi pembelajaran yang lebih berpihak pada murid. Proses tersebut dapat dimulai dengan mengembangkan visi pribadi, kemudian melakukan pemetaan kekuatan/aset/potensi yang dimiliki murid sebagai dasar untuk merencanakan dan mengelola strategi perubahan.
Untuk mengembangkan segenap kekuatan/aset/potensi yang dimiliki peserta didik, seorang Guru harus memiliki cara pandang yang positif terhadap keunikan dari setiap peserta didiknya. Melalui cara pandang yang positif, seorang guru dapat membangun budaya dan disiplin positif dalam proses pembelajaran yang bermuara pada penumbuhan karakter yang positif dalam diri peserta didiknya. Tindakan guru yang tepat yaitu dengan bertanya dan membuat kesepakatan kelas agar mendorong motivasi intrinsik. Dengan demikian tujuan akhir dari disiplin yaitu agar peserta didik memahami perilaku mereka sendiri, mengambil inisiatif, menjadi bertanggung jawab atas pilihan mereka, menghargai dirinya dan orang lain dapat tercapai.
Mendesain pengalaman belajar yang bermakna, menantang dan relevan dalam bentuk Pembelajaran yang berdiferensiasi yang meliputi diferensiasi konten, proses , produk serta diintegrasikan dengan pembelajaran sosial emosional untuk mengasah afeksi : rasa, reflekstif, mindfull dan emosi positif merupakan bagian dari proses pembelajaran yang berpihak pada peserta didik. Penumbuhan 5 ketrampilan sosial-emosional yaitu kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial , ketrampilan sosial, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab akan memampukan peserta didik untuk mengembangkan kekuatan/aset/potensi yang ada dalam dirinya dengan maksimal. Disamping itu proses Coaching model TIRTA yang dilakukan oleh guru akan sangat membantu memaksimalkan kekuatan/potensi yang dimiliki oleh peserta didik maupun teman sejawatnya dalam sebuah komunitas pendidikan. Hal ini akan sangat mendukung terwujudnya Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA). Dengan demikian peserta didik dan warga sekolah akan mencapai “wellbeing” atau kesejahteraan dan kebahagiaan.
Pengambilan keputusan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran di kelas yang berpihak dan memerdekakan murid akan menjadi pembelajaran yang positif bagi murid-murid untuk mulai berani mengambil keputusan-keputusan yang sesuai dengan pilihannya sendiri tanpa paksaan dan campur tangan orang lain. Seringkali dalam proses dalam pengambilan keputusan, guru dan peserta didik dihadapkan pada situasi dilema etika dan bujukan moral. Ketika berhadapan dengan situasi dilema etika , maka ada 4 paradigma berpikir yang digunakan dalam pengambilan keputusan yaitu individu lawan masyarakat, kebenaran lawan kesetiaan, rasa keadilan lawan rasa kasihan serta jangka pendek lawan jangka panjang. Agar dapat mengambil keputusan yang tepat, digunakan 3 prinsip pengambilan keputusan yaitu berpikir berbasis hasil akhir, berpikir berbasis peraturan dan berpikir berbasis rasa peduli melalui 9 langkah pengambilan keputusan yaitu :
1) Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan
2) Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini
3) Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dalam situasi tersebut
4) Pengujian Benar atau Salah (uji legalitas, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, uji panutan/idola)
5) Pengujian paradigma Benar atau Salah
6) Prinsip pengambilan keputusan
7) Investigasi Opsi Trilema
8) Buat Keputusan
9) Tinjau kembali keputudan dan refleksikan
Diharapkan bahwa murid akan lebih nyaman untuk berkomunikasi dan menentukan pilihan keputusan bersama dengan guru , dan para guru akan lebih memperhatikan kepentingan muridnya.
Jika diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah, faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu sama lainnya. Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antaranya adalah Peserta Didik, Kepala Sekolah, Guru, Staf/Tenaga Kependidikan, Pengawas Sekolah, Orang tua dan masyarakat sekitar sekolah . Selain faktor-faktor biotik yang sudah disebutkan, faktor-faktor abiotik yang juga berperan aktif dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya adalah keuangan, sarana dan prasarana. Pengelolaan sumber daya yang baik sangat penting dilakukan agar dapat mengembangkan sekolah dengan baik pula . Seringkali dalam pengelolaan sumber daya di sekolah, kita terjebak dalam Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking) yang memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja. Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif. Kita harus bisa mengatasi semua kekurangan atau yang menghalangi tercapainya kesuksesan yang ingin diraih. Semakin lama, secara tidak sadar kita menjadi seseorang yang terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga yang ternyata dapat menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitar.
Pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif. Perbedaan antara pendekatan berbasis kekurangan dengan pendekatan berbasis aset dapat dilihat dari tabel di bawah ini :
Berbasis pada kekurangan/masalah/hambatan | Berbasis pada aset |
Fokus pada masalah dan isu | Fokus pada aset dan kekuatan |
Berkutat pada masalah utama | Membayangkan masa depan |
Mengidentifikasi kebutuhan dan kekurangan – selalu bertanya apa yang kurang? | Berpikir tentang kesuksesan yang telah diraih dan kekuatan untuk mencapai kesuksesan tersebut. |
Fokus mencari bantuan dari sponsor atau institusi lain | Mengorganisasikan kompetensi dan sumber daya (aset dan kekuatan) |
Merancang program atau proyek untuk menyelesaikan masalah | Merancang sebuah rencana berdasarkan visi dan kekuatan |
Mengatur kelompok yang dapat melaksanakan proyek | Melaksanakan rencana aksi yang sudah diprogramkan |
(Green & Haines, 2010)
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) merupakan suatu kerangka kerja yang dikembangkan oleh John McKnight dan Jody Kretzmann, di mana keduanya adalah pendiri dari ABCD Institute di Northwestern University. ABCD dibangun dari kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan hasrat yang dimiliki oleh anggota komunitas, kekuatan perkumpulan lokal, dan dukungan positif dari lembaga lokal untuk menciptakan kehidupan komunitas yang berkelanjutan (Kretzman, 2010).
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) muncul sebagai kritik terhadap pendekatan konvensional atau tradisional yang menekankan pada masalah, kebutuhan, dan kekurangan yang ada pada suatu komunitas. Pendekatan tradisional tersebut menempatkan komunitas sebagai penerima bantuan, dengan demikian dapat menyebabkan anggota komunitas menjadi tidak berdaya, pasif, dan selalu merasa bergantung dengan pihak lain.
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) menekankan pada nilai, prinsip dan cara berpikir mengenai dunia. Pendekatan ini memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. Dengan demikian pendekatan ini melihat komunitas sebagai pencipta dari kesehatan dan kesejahteraan, bukan sebagai sekedar penerima bantuan. Pendekatan PKBA menekankan dan mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna. Kedua peran yang penting ini menurut Kretzman (2010) adalah jalan untuk menciptakan warga yang produktif.
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset menekankan kepada kemandirian dari suatu komunitas untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam diri mereka sendiri, dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih berkelanjutan.
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset berfokus pada potensi aset/sumber daya yang dimiliki oleh sebuah komunitas. Selama ini komunitas sibuk pada strategi mencari pemecahan pada masalah yang sedang dihadapi. Pendekatan PKBA merupakan pendekatan yang digerakkan oleh seluruh pihak yang ada di dalam sebuah komunitas atau disebut sebagai community-driven development. Di dalam buku ‘Participant Manual of Mobilizing Assets for Community-driven Development’ (Cunningham, 2012) menuliskan perbedaannya dengan pendekatan yang dibantu oleh pihak luar. Penjelasan yang ada sebetulnya ditujukan untuk pengembangan masyarakat, namun tetap bisa kita implementasikan pada lingkungan sekolah karena sebetulnya adalah miniatur sebuah tatanan masyarakat di suatu daerah. Perubahan masyarakat yang signifikan karena warga lokal dalam masyarakat tersebut yang mengupayakan perubahan. Warga masyarakat akan bertanggung jawab pada yang sudah mereka mulai. Dengan demikian setiap warga sekolah akan bertanggung jawab atas apa yang sudah dimulai.
Membangun dan membina hubungan merupakan inti dari membangun masyarakat inklusif yang sehat. Membangun dan membina hubungan antar warga sekolah, seperti hubungan guru-guru, guru – kepala sekolah, guru – murid – guru, guru – staf sekolah – guru, staf sekolah – murid – staf sekolah, ataupun kepala sekolah – murid – kepala sekolah menjadi sangat penting untuk membangun sekolah yang sehat dan inklusif. Sekolah harus dibangun dengan melihat pada kekuatan, potensi, dan tantangan, kita harus bisa fokus pada pembangunan sumber daya yang tersedia, kapasitas yang kita miliki, serta kekuatan dan aspirasi yang sudah ada.
Kekuatan sekolah berbanding lurus dengan tingkat keberagaman keinginan unsur sekolah yang ada, dan pada tingkat kemampuan mereka untuk menyumbangkan kemampuan yang ada pada mereka dan aset yang ada untuk sekolah yang lebih baik. Dalam setiap unsur sekolah, pasti ada sesuatu yang berhasil. Dari pada menanyakan “ada masalah apa?” dan “bagaimana memperbaikinya?”, lebih baik bertanya “apa yang telah berhasil dilakukan?” dan “bagaimana mengupayakan lebih banyak hasil lagi?” Cara bertanya ini mendorong energi dan kreativitas. Titik awal perubahan selalu pada perubahan pola pikir (mindset) dan sikap yang positif.
Dalam mengatasi tantangan pada pendekatan tradisional yang digunakan untuk mengatasi permasalahan perkotaan, di mana penyedia jasa dan lembaga donor lebih menekankan pada kebutuhan dan kekurangan yang terdapat pada komunitas, Kretzmann dan McKnight menunjukkan bahwa aset yang dimiliki oleh komunitas adalah kunci dari usaha perbaikan kehidupan pada komunitas perkotaan dan pedesaan.
Menurut Green dan Haines (2002) dalam Asset building and community development, ada 7 aset utama atau di dalam buku ini disebut sebagai modal utama, yaitu:
1) Modal Manusia :
Sumber daya manusia yang berkualitas, investasi pada sumber daya manusia menjadi sangat penting yang berhubungan dengan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan harga diri seseorang. Pemetaan modal atau aset individu merupakan kegiatan menginventaris pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan yang dimiliki setiap warganya dalam sebuah komunitas, atau dengan kata lain, inventarisasi perorangan dapat dikelompokkan berdasarkan sesuatu yang berhubungan dengan hati, tangan, dan kepala.
Pendekatan lain mengelompokkan aset atau modal ini dengan melihat kecakapan seseorang yang berhubungan dengan kemasyarakatan, contohnya kecakapan memimpin sekelompok orang, dan kecakapan seseorang berkomunikasi dengan berbagai kelompok. Kecakapan yang berhubungan dengan kewirausahaan, contohnya kecakapan dalam mengelola usaha, pemasaran, yang negosiasi. Kecakapan yang berhubungan dengan seni dan budaya, contohnya kerajinan tangan, menari, bermain teater, dan bermain musik.
2) Modal Sosial
Norma dan aturan yang mengikat warga masyarakat yang ada di dalamnya dan mengatur pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan (trust) dan jaringan (networking) antara unsur yang ada di dalam komunitas/masyarakat.
Investasi yang berdampak pada bagaimana manusia, kelompok, dan organisasi dalam komunitas berdampingan, contohnya kepemimpinan, bekerjasama, saling percaya, dan punya rasa memiliki masa depan yang sama. Contoh-contoh yang termasuk dalam modal sosial antara lain adalah asosiasi. Asosiasi adalah suatu kelompok yang ada di dalam komunitas masyarakat yang terdiri atas dua orang atau lebih yang bekerja bersama dengan suatu tujuan yang sama dan saling berbagi untuk suatu tujuan yang sama. Asosiasi terdiri atas kegiatan yang bersifat formal maupun nonformal. Beberapa contoh tipe asosiasi adalah berdasarkan keyakinan, kesamaan profesi, kesamaan hobi, dan sebagainya. Terdapat beberapa macam bentuk modal sosial, yaitu fisik (lembaga), misalnya asosiasi dan institusi. Institusi adalah suatu lembaga yang mempunyai struktur organisasi yang jelas dan biasanya sebagai salah satu faktor utama dalam proses pengembangan komunitas masyarakat.
3) Modal Fisik
Terdiri atas dua kelompok utama, yaitu: Bangunan yang bisa digunakan untuk kelas atau lokasi melakukan proses pembelajaran, laboratorium, pertemuan, ataupun pelatihan. Infrastruktur atau sarana prasarana, mulai dari saluran pembuangan, sistem air, mesin, jalan, jalur komunikasi, sarana pendukung pembelajaran, alat transportasi, dan lain-lain.
4) Modal Lingkungan/alam
Bisa berupa potensi yang belum diolah dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan hidup. Modal lingkungan terdiri dari bumi, udara yang bersih, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, dan sebagainya. Tanah untuk berkebun, danau atau empang untuk berternak, semua hasil dari pohon seperti kayu, buah, bambu, atau material bangunan yang bisa digunakan kembali untuk menenun, dan sebagainya.
5) Modal Finansial
Dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah komunitas yang dapat digunakan untuk membiayai proses pembangunan dan kegiatan sebuah komunitas. Modal finansial termasuk tabungan, hutan, investasi, pengurangan dan pendapatan pajak, hibah, gaji, serta sumber pendapatan internal dan eksternal. Modal finansial juga termasuk pengetahuan tentang bagaimana menanam dan menjual sayur di pasar, bagaimana menghasilkan uang dan membuat produk-produk yang bisa dijual, bagaimana menjalankan usaha kecil, bagaimana memperbaiki cara penjualan menjadi lebih baik, dan juga bagaimana melakukan pembukuan.
6) Modal Politik
Modal politik adalah ukuran keterlibatan sosial. Semua lapisan atau kelompok memiliki peluang atau kesempatan yang sama dalam kepemimpinan, serta memiliki suara dalam masalah umum yang terjadi dalam komunitas. Lembaga pemerintah atau perwakilannya yang memiliki hubungan dengan komunitas, seperti komunitas sekolah, komite pelayan kesehatan, pelayanan listrik atau air.
7) Modal Agama dan budaya
Upaya pemberian bantuan empati dan perhatian, kasih sayang, dan unsur dari kebijakan praktis (dorongan utama pada kegiatan pelayanan). Termasuk juga kepercayaan, nilai, sejarah, makanan, warisan budaya, seni, dan lain-lain. Kebudayaan yang unik di setiap daerah masing-masing merupakan serangkaian ide, gagasan, norma, perlakuan, serta benda yang merupakan hasil karya manusia yang hidup berkembang dalam sebuah ruang geografis. Agama merupakan suatu sistem berperilaku yang mendasar, dan berfungsi untuk mengintegrasikan perilaku individu di dalam sebuah komunitas, baik perilaku lahiriah maupun simbolik. Agama menuntut terbentuknya moral sosial yang bukan hanya kepercayaan, tetapi juga perilaku atau amalan. Identifikasi dan pemetaan modal budaya agama merupakan langkah yang sangat penting untuk melihat keberadaan kegiatan dan ritual kebudayaan dan keagamaan dalam suatu komunitas, termasuk kelembagaan dan tokoh-tokoh penting yang berperan langsung atau tidak langsung di dalamnya. Sangat penting kita mengetahui sejauh mana keberadaan ritual keagamaan dan kebudayaan yang ada di masyarakat serta pola relasi yang tercipta di antaranya dan selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk menunjang pengembangan perencanaan dan kegiatan bersama.
Akhirnya yang menjadi harapan kita bersama sebagai Guru Penggerak adalah bahwa melalui pendekatan Pengembangan Sekolah Berbasis Aset yang menekankan kepada kemandirian dari sekolah untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam sekolah itu sendiri dapat mempercepat transformasi pendidikan serta memperoleh hasil yang diharapkan yaitu para guru merdeka, peserta didik yang merdeka dan memiliki Profil Pelajar Pancasila , warga sekolah yang merdeka dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.
TERIMA KASIH