Kamis, 24 Desember 2020

AKSI NYATA MODUL 1.4.a.10 PENERAPAN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH

                                                       AKSI NYATA MODUL 1.4.a.10

PENERAPAN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH

 

Membentuk dan menumbuhkan karakter positif seorang anak di tengah arus   globalisasi saat ini merupakan hal yang tidak mudah bagi orang tua dan guru. Pembentukkan karakter seorang anak adalah sebuah proses panjang yang membutuhkan konsistensi dari orang-orang yang berada disekitarnya. Lingkungan sekolah, sebagai sebuah lembaga, tentunya mempunyai kepentingan dalam pembentukan karakter anak dan membangun budaya positif. Budaya positif sekolah ini berisi kebiasaan yang disepakati bersama dalam bentuk Tata Tertib Sekolah atau Panduan Hidup Bersama untuk dijalankan dan selalui diperbarui agar relevan dengan perubahan zaman dan kebutuhan murid. Jika kebiasaan positif ini sudah membudaya, maka nilai-nilai karakter yang diharapkan akan terbentuk pada diri anak.

SMA Swasta Katolik Syuradikara adalah salah satu sekolah favorit di Kabupaten Ende-Propinsi Nusa Tenggara Timur. Sekolah ini didirikan pada tanggal 1 September 1953 oleh Biarawan Katolik Serikat Sabda Allah (SVD). Sebagai salah satu lembaga pendidikan Katolik tingkat menengah atas, SMAK Syuradikara Ende didirikan dengan mengusung Visi Pencipta Pahlawan Utama. Sejak awal didirikan sekolah ini dikonsepkan sebagai “Taman Pencipta Pahlawan Utama.” yang nantinya akan menjadi Pemimpin di masa depan. Dalam rangka mencapai visi bersama di sekolah, di sepanjang perjalanannya hingga mencapai usia 67 tahun ini, telah dilakukan proses pendidikan karakter positif dan penumbuhan budaya positif di lingkungan sekolah untuk mempersiapkan lulusan menjadi pemimpin-pemimpin masa depan yang memiliki karakter “Pahlawan Utama”.

Selama 67 tahun SMAK Syuradikara Ende melaksanakan proses belajar dan mengajar dan telah menghasilkan banyak alumnus hebat dan menjadi Pemimpin yang tersebar di seluruh tanah air dan bahkan dunia. Selain itu tidak sedikit Alumnus Syuradikara memilih jalan Tuhan menjadi Biarawan/Biawawati Katolik Pemimpin umat dan gereja. Seiring dengan kodrat zaman, dengan sendirinya sekolah ini ditantang untuk terus beradaptasi terhadap perubahan di era globalisasi saat ini (Revolusi 4.0) yang membutuhkan profil lulusan yang memiliki ketrampilan abad 21. Tentu saja hal ini tidak terlepas dari kebutuhan akan kerjasama seluruh komponen penting di dalam lembaga ini seperti Yayasan, Pimpinan Sekolah, Guru ,Orang Tua dan para murid untuk bergerak bersama melakukan transformasi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan kodrat alam dan kodrat zaman, jika kita selaraskan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara.

Sebagai sebuah lembaga pendidikan religius , tentunya SMAK Syuradikara memiliki strategi khusus untuk melaksanakan tugas membentuk karakter religius dan menumbuhkan budaya positif di sekolah dalam bentuk pembisaan-pembiasaan yang konsisten di sekolah seperti doa bersama ketika memulai dan menutup semua kegiatan yang terjadi di lingkungan sekolah dan mengadakan Misa Syukur ketika merayakan hari raya keagamaan katolik dan hari-hari penting/bersejarah bagi sekolah serta Misa Requiem jika ada warga sekolah, anggota keluarga atau alumni yang meninggal dunia.

                                         Foto : Misa Sekolah di Kapela Syuradikara

SMAK Syuradikara juga memprioritaskan budaya baca di sekolah agar murid-murid memiliki wawasan berpikir yang luas. Gerakan Literasi (GLS) sudah menjadi salah satu fondasi utama sekolah. Koleksi buku di Perpustakaan sekolah selalu bertambah setiap tahunnya dan disesuaikan dengan zaman agar menarik minat murid-murid untuk rajin membaca di Perpustakaan . 15 menit di awal pembelajaran selalu dimulai dengan kegiatan literasi dan telah membentuk Kominitas Sastra “Kune Bara” (Bahasa daerah Lio artinya Kuning-putih). Komunitas Sastra ini menjadi wadah ekspresi murid-murid yang memiliki bakat di bidang sastra.

                                                   Foto : Komunitas Sastra Kune Bara

Aneka Kegiatan ekstrakurikuler juga dilaksanakan dalam rangka menumbuhkan karakter dan budaya positif di sekolah seperti Pramuka, di bidang olah raga, kesenian, lingkungan hidup (Green Syurts dan Bank Sampah Sekolah)dan Paskibra.


                                                  Foto : Kegiatan Pramuka Syuradikara

                                   Foto : Kelompok Cinta Alam Green Syurts Syuradikara

                Foto : Kelompok Bank Sampah Syuradikara Bakti Lingkungan di Hari Bumi 2019

                                      Foto : Tim SEPAKBOLA Syuradikara dan Piala Kejuaraan

                                              Foto : Paskibra Syuradikara di HUT RI tahun 2019

Aksi Nyata penerapan budaya positif di lingkungan sekolah telah dilaksanakan oleh sekolah kami sejak awal didirikan tahun 1953. Karakter Pahlawan Utama sudah mendarah daging dalam setiap Alumni Syuradikara yang telah berkiprah membangun daerah dan negara , bahkan dunia. Membiasakan perilaku baik bersifat spontan juga penting dilakukan di SMAK Syuradikara seperti Senyum, Sapa, Salam (3 S), menghormati dan menghargai orang lain, mengucapkan kata maaf jika melakukan kekeliruan, atau kata terima kasih jika mendapatkan kebaikan dari orang lain serta kata tolong ketika meminta bantuan orang lain. Membangun budaya senang belajar di kalangan para murid dilakukan para guru dengan mengemas proses pembelajaran yang mendukung. Untuk itu maka dibuat kesepakatan kelas bersama murid untuk bersama-sama menumbuhkembangkan budaya positif mulai dari kelas dan mata pelajaran masing-masing .

                   Foto : Kesepakatan Kelas Terbaru untuk dilaksanakan Tahun 2021

Hasil dari Aksi Nyata yang dilakukan yang dilakukan secara konsisten oleh SMAK Syuradikara adalah tercapainya visi bersama sekolah yaitu menciptakan “Pahlawan Utama” bagi Bangsa dan Negara Indonesia dalam diri para Alumnus yang telah menjadi pemimpin-pemimpin di daerah maupun di tingkat Nasional. Warga sekolah merasa nyaman hidup, belajar dan bekerja bersama.

Pembelajaran yang didapat dari pelaksanaan aksi nyata yang saya lakukan adalah bahwa melalui pembiasaan yang konsisten dalam menciptakan lingkungan yang positif di sekolah akan mempermudah proses penerapan budaya positif dan disiplin positif di sekolah untuk menghasilkan murid-murid dan warga sekolah yang memiliki kontrol penuh pada diri dan memiliki karakter yang kuat. Guru adalah Pamong/ fasilitator harus memiliki posisi kontrol yang sesuai dengan kebutuhan murid agar tidak ada paksaan dan hukuman yang terjadi.

Rencana perbaikan untuk pelaksanaan di masa mendatang adalah terus mempertahankan dan mengembangkan lingkungan yang positif di kelas/ sekolah dan mengoptimalkan proses pembelajaran di kelas agar selalu menyenangkan murid dan bermakna menumbuhkan budaya positif dan disiplin positif dalam diri murid sehingga memiliki kontrol penuh pada dirinya dan memiliki karakter yang kuat sesuai visi sekolah.


TERIMA KASIH

 

 





Jumat, 04 Desember 2020

AKSI NYATA MODUL 1.3 : VISI GURU PENGGERAK

                                                           AKSI NYATA MODUL 1.3

VISI GURU PENGGERAK

 

“Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu.” Demikian filosofi pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara. Dewasa ini dunia mengalami perubahan yang ekstrem dan begitu cepat sehingga mampu mempengaruhi berbagai sendi kehidupan baik perilaku individu, struktur sosial maupun praktek berorganisasi. Derasnya rutinitas dunia membuat banyak orang lupa akan makna, atau apa yang dunia harapkan. Harapan itu bagaikan bahan bakar untuk tetap berputarnya dunia seorang manusia. Manusia yang berpengharapan berpeluang mencapai lebih banyak kesuksesan ketimbang mereka yang tidak berpengharapan.

 Ketika kita menjalankan peran sebagai guru, sering kita temukan aneka persoalan yang muncul di kelas kita. Murid-murid dari berbagai latar belakang budaya, berbeda gaya belajar dan berbeda karakter. Bagi murid yang memiliki pengharapan tinggi dapat mengonseptualisasikan tujuan mereka dengan jelas, sedangkan murid yang memiliki pengharapan rendah lebih ragu-ragu dan tidak jelas akan tujuan mereka. Murid dengan pengharapan tinggi menentukan tujuan mereka berdasarkan kinerja mereka sebelumnya. Mereka memasang target belajar dan standar kinerja yang sedikit lebih tinggi dari apa yang dapat mereka capai, karena mereka dapat menyelaraskan diri dengan tujuan mereka sendiri dan mengendalikan bagaimana mereka akan mencapainya. Murid seperti itu termotivasi secara intrinsik dan berkinerja baik secara akademis (Snyder et.al., 2002, p.824). Mereka adalah murid merdeka

Berdasarkan tantangan tersebut diatas, Guru dipacu untuk mengemas proses pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan murid dan mendesain lingkungan belajar yang memungkinkan tumbuhnya murid merdeka yang memiliki kemandirian dan motivasi intrinsik yang tinggi. Untuk itu maka Guru perlu terus berlatih meningkatkan kapasitas dirinya dalam memvisualisasikan harapan, menggandeng semua Pemangku kepentingan seperti Pimpinan Sekolah, sesama guru, murid, pegawai/karyawan sekolah, orang tua dan pihak eksternal sekolah serta mengubahnya menjadi harapan bersama. Harapan bersama itulah yang disebut visi bersama yaitu untuk masa depan murid dan masa depan Bangsa Indonesia.

“Visi Guru Penggerak : Mengelola Perubahan dan Lingkungan yang Positif” disekolah dapat diwujudkan dengan menggunakan pendekatan Inkuiri Apresiatif (IA). Melalui pendekatan Inkuiri Apresiatif (IA), semua kekuatan dan potensi positif Pemangku Kepentingan yang ada di dalam dan diluar sekolah dapat diselaraskan sebagai kekuatan bersama dengan tujuan yaitu untuk mengatasi kelemahan, sehingga kelemahan tersebut menjadi tidak relevan. Guru sebagai Pamong dapat menggunakan Inkuiri Apresiatif (IA) untuk menggali dan memunculkan inti positif yang dimiliki setiap murid untuk dikembangkan menjadi kekuatan sesuai kodrat yang dimiliki dan untuk mengatasi kelemahan murid itu sendiri. Setiap murid diberi kesempatan untuk terlibat dalam proses pembelajaran agar potensi positifnya muncul. Untuk itu maka kami dalam Komunitas Belajar Guru Merdeka merancang aksi nyata yaitu menjalankan proses belajar di kelas yang berorientasi pada anak dan mendukung merdeka belajar siswa di kelas.Kami juga melakukan kolaborasi dengan orang tua untuk mengatasi kesulitan belajar anak. 

                        Foto : Kegiatan Belajar yang menggali dan menumbuhkan potensi siswa

(murid diberi kesempatan untuk mengajar di depan kelas dan mengekspresikan pengetahuannya)

 Aksi Nyata diatas kami lakukan bersama Komunitas Belajar Guru Merdeka Syuradikara berdasarkan hasil refleksi tanggal 23 oktober 2020. Saat itu kami sepakat untuk melakukan uji coba pembelajaran yang berpusat pada anak sesuai visi Merdeka belajar di kelas masing-masing mulai tanggal 26 Oktober 2020 dan seterusnya. Tanggal 6 November 2020 kami bertemu lagi secara virtual melalui Google meet yang dihadiri Kepala Sekolah di Sesi belajar 2 untuk berdiskusi membahas temuan-temuan selama uji coba merdeka belajar di kelas masing-masing. Berdasarkan hasil diskusi, kami bersama Kepala Sekolah sepakat untuk melakukan aksi nyata yang ke 3 yaitu mendesain ulang rencana pembelajaran atau mengubah teaching scenario agar lebih adaptif lagi dengan konsep merdeka belajar dan jadwal tatap muka terbatas bersama murid di tengah pandemi covid 19. Untuk itu maka pada tanggal 13 November 2020 kami adakan kembali sesi belajar 3 yang membahas lebih dalam lagi tentang implementasi merdeka belajar di kelas, pembelajaran bermakna, desain teaching scenario dan kaitannya dengan AKM (Assesmen Kompetensi Minimal). Berdasarkan hasil diskusi , disepakati untuk menggunakan teaching scenario pembelajaran aktif dan bermakna menggunakan model PBL (Problem Based Learning), Project Based Learning dan Discovery/inquiry dengan metode yang lebih bervariasi. Assesmen yang disepakati bersifat holistik dan divergen sesuai kebutuhan dan bakat/minat para murid. 


Foto :  Aktivitas murid mendemonstrasikan pengetahuan yang baru diperolehnya di depan kelas

Hasil dari Aksi Nyata yang dilakukan adalah bahwa murid merasa senang karena diberi kesempatan dan ruang untuk mengekspresikan ilmu yang diperolehnya. Teman-teman guru dalam komunitas belajar sudah mulai mengubah pola pikir dan tindakan mereka dalam pembelajaran di kelas yang mulai memberikan ruang gerak kepada murid untuk terlibat dalam proses pembelajaran mereka dan komunikasi dengan orang tua terkait perkembangan belajar murid lebih intensif lagi.

Pembelajaran yang didapat dari pelaksanaan aksi nyata yang saya lakukan adalah bahwa Guru adalah Pamong/ fasilitator yang mendorong tumbuh kembang potensi positif siswa dalam belajar sebagai kekuatan dan pembentukkan karakter baik mereka. Disamping itu seorang Guru Penggerak harus mampu menjadi pemimpin pembelajaran yang berorientasi pada anak didik dan juga mampu menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri anak didik untuk menjadi murid merdeka dan pembelajar sepanjang hayat. Sementara ini saya belum mengalami kegagalan dalam aksi nyata yang saya lakukan.

Rencana perbaikan untuk pelaksanaan di masa mendatang adalah mengoptimalkan proses pembelajaran di kelas agar selalu menyenangkan murid dan murid selalu diberi ruang untuk terlibat dalam proses pembelajaran di kelas untuk meningkatkan potensi bernalar kritis dan kreatifitas mereka. Disamping itu saya akan terus menginisiasi kolaborasi antara berbagai Pemangku Kepentingan di sekolah untuk menyelaraskan kekuatan bersama untuk mencapai visi mengelola perubahan dan membentuk lingkungan belajar dan budaya yang positif di sekolah.

TERIMA KASIH

Kamis, 03 Desember 2020

AKSI NYATA MODUL 1.2. NILAI DAN PERAN GURU PENGGERAK

                                                      

NILAI DAN PERAN GURU PENGGERAK

 

Ki Hajar Dewantara menyampaikan pemikirannya bahwa pendidikan adalah persemaian benih-benih kebudayaan di dalam masyarakat kebangsaan. Peradaban dan kebudayaan di bumi Nusantara perlu dirawat agar tumbuh dengan sebaik-baiknya dan kita wariskan kepada anak cucu kita. Nilai-nilai diri seorang Guru, sangat terkait dengan penumbuhan dan pelestarian budaya positif. Mengapa demikian? Dunia kini sudah semakin tanpa batas, teknologi telah berhasil menghilangkan jarak. Pertukaran budaya baik yang positif maupun negatif kini menjadi sukar terawasi dan tanpa filter. Filter tersebut diharapkan dapat ditumbuhkan sejak dini dalam setiap diri manusia Indonesia agar budayanya tidak tergerus oleh budaya lain yang lebih agresif melakukan penetrasi. Oleh karena itu, sebagai Guru Penggerak , saya merasa ditantang untuk bergerak cepat memberikan filter yang baik pada anak didik saya agar mampu bertahan di tengah arus globalisasi.

Saat ini kita sedang mengalami fenomena pandemi COVID-19 yang tentu saja juga berdampak pada dunia pendidikan. Secara fisik sekolah dan kelas diadakan dari jauh, namun sebetulnya jika dipikirkan ternyata kelas-kelas ini justru mendekat dan masuk ke rumah-rumah murid kita di masa pandemi ini. Pandemi membukakan mata kita bahwa guru punya peran yang besar dalam proses belajar murid-muridnya. Sekaligus juga orang tua tak bisa mengelak untuk berperan dalam pendidikan anak dari rumah. Dari pengalaman tersebut, kita disadarkan kembali bahwa pendidikan adalah suatu hal yang sifatnya individual sekaligus komunal yang tak terpisahkan. Murid di kelas-kelas kita adalah bagian dari sebuah komunitas di rumah, di masyarakat, dan di lingkungan. Dengan mempertimbangkan keterkaitan hubungan yang sangat kompleks tersebut, maka sebagai seorang Guru, mau tidak mau harus melihat kembali apakah nilai-nilai dirinya telah selaras dengan tuntutan zaman dan alam yang seperti itu.

Nilai-nilai diri yang harus dimiliki dan dikembangkan oleh seorang Guru Penggerak adalah nilai mandiri, kreatif,kolaboratif dan berpihak pada anak. Diharapkan jika nilai-nilai ini mampu dikembangkan dengan baik dalam diri guru, maka akan mudah ditransfer dan ditanamkan dalam diri murid sehingga menimbulkan motinvasi intrinsik dalam dirinya untuk menjadi murid merdeka dan pembelajar sepanjang hayat. Untuk itu maka, saya bersama dengan Komunitas belajar di sekolah kami, merancang aksi nyata berupa kegiatan refleksi diri dan mendesain pembelajaran yang berpihak pada anak dan berkolaborasi dengan orang tua murid melalui grup wa orang tua.

Foto : Kegiatan Komunitas Belajar Guru Merdeka Syuradikara pada
Sesi Refleksi dan berbagi pengalaman di kelas dihadiri oleh
Pimpinan sekolah (Pater Stefanus Sabon Aran, SVD,M.Pd)

Aksi Nyata diatas telah kami lakukan bersama Komunitas Belajar Guru Merdeka Syuradikara sejak tanggal 23 Oktober 2020 pada Sesi belajar 1 yang diisi dengan Refleksi diri guru dan eksistensi diri sebagai guru di SMAK Syuradikara selama ini. Berdasarkan hasil refleksi , kami sepakat untuk melakukan uji coba pembelajaran yang berpusat pada anak sesuai visi Merdeka belajar di kelas masing-masing mulai tanggal 26 Oktober 2020 dan seterusnya. Tanggal 6 November 2020 kami bertemu lagi secara virtual melalui Google meet yang dihadiri Kepala Sekolah di Sesi belajar 2 untuk berdiskusi membahas temuan-temuan selama uji coba merdeka belajar di kelas masing-masing. Berdasarkan hasil diskusi, kami bersama Kepala Sekolah sepakat untuk melakukan aksi nyata yang ke 3 yaitu mendesain ulang rencana pembelajaran atau mengubah teaching scenario agar lebih adaptif lagi dengan konsep merdeka belajar dan jadwal tatap muka terbatas bersama murid di tengah pandemi covid 19. Untuk itu maka pada tanggal 13 November 2020 kami adakan kembali sesi belajar 3 yang membahas lebih dalam lagi tentang implementasi merdeka belajar di kelas, pembelajaran bermakna, desain teaching scenario dan kaitannya dengan AKM (Assesmen Kompetensi Minimal). Berdasarkan hasil diskusi , disepakati untuk menggunakan teaching scenario pembelajaran aktif dan bermakna menggunakan model PBL (Problem Based Learning), Project Based Learning dan Discovery/inquiry dengan metode yang lebih bervariasi. Assesmen yang disepakati bersifat holistik dan divergen sesuai kebutuhan dan bakat/minat para murid.

Foto : Aktivitas Berbagi Pengalaman Mengajar di kela
Komunitas Belajar Guru Merdeka SMAK Syuradikara Ende

 Hasil dari Aksi Nyata yang dilakukan adalah bahwa teman-teman guru dalam komunitas belajar sudah mulai mengubah pola pikir dan tindakan mereka dalam pembelajaran di kelas yang mulai memberikan ruang gerak kepada murid untuk terlibat dalam proses pembelajaran mereka dan komunikasi dengan orang tua terkait perkembangan belajar murid lebih intensif lagi.

                                                Foto : Aktivitas Belajar di Kelas Merdeka                                                                                     (Murid diberi ruang untuk terlibat dalam pembelajaran di kelas)

Pembelajaran yang didapat dari pelaksanaan aksi nyata yang saya lakukan adalah bahwa untuk menjadi seorang Guru Penggerak, tidak cukup hanya mampu mengembangkan diri, tetapi juga memiliki kewajiban untuk mengembangkan orang lain. Disamping itu seorang Guru Penggerak harus mampu menjadi pemimpin pembelajaran yang berorientasi pada anak didik dan juga mampu menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri anak didik untuk menjadi murid merdeka dan pembelajar sepanjang hayat. Sementara ini saya belum mengalami kegagalan dalam aksi nyata yang saya lakukan.

Rencana perbaikan untuk pelaksanaan di masa mendatang adalah mengoptimalkan Komunitas belajar Guru Merdeka di sekolah agar menjadi pioner gerakan merdeka belajar di sekolah dan sekaligus mendampingi guru lain untuk melakukan perubahan dan bergerak bersama melaksanakan merdeka belajar di sekolah dan kelas masing-masing. Sekaligus meningkatkan kolaborasi yang positif dengan orang tua. 


Senin, 23 November 2020

AKSI NYATA GURU PENGGERAK MODUL 1.1. FILOSOFI PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMAK SYURADIKARA ENDE

      SMA Swasta Katolik Syuradikara adalah salah satu sekolah favorit di Kabupaten Ende-Propinsi Nusa Tenggara Timur. Sekolah ini didirikan pada tanggal 1 September 1953 oleh Biarawan Katolik Serikat Sabda Allah (SVD). Sebagai salah satu lembaga pendidikan Katolik tingkat menengah atas, SMAK Syuradikara Ende didirikan dengan mengusung Visi Pencipta Pahlawan Utama. Sejak awal didirikan sekolah ini dikonsepkan sebagai “Taman Pencipta Pahlawan Utama.” yang nantinya akan menjadi Pemimpin di masa depan.

 

Foto SMAK Syuradikara Ende

      Selama 67 tahun SMAK Syuradikara Ende melaksanakan proses belajar dan mengajar dan telah menghasilkan banyak alumnus hebat dan menjadi Pemimpin yang tersebar di seluruh tanah air dan bahkan dunia. Selain itu tidak sedikit Alumnus Syuradikara memilih jalan Tuhan menjadi Biarawan/Biawawati Katolik Pemimpin umat dan gereja. Seiring dengan kodrat zaman, dengan sendirinya sekolah ini ditantang untuk terus beradaptasi terhadap perubahan di era globalisasi saat ini (Revolusi 4.0) yang membutuhkan profil lulusan yang memiliki ketrampilan abad 21. Tentu saja hal ini tidak terlepas dari kebutuhan akan kerjasama seluruh komponen penting di dalam lembaga ini seperti Yayasan, Pimpinan Sekolah, Guru ,Orang Tua dan para murid untuk bergerak bersama melakukan transformasi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan kodrat alam dan kodrat zaman, jika kita selaraskan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara.

      Sebagai salah satu Guru yang mengajar di SMAK Syuradikara Ende, yang saat ini sedang mengikuti Program pendidikan Guru Penggerak selama 9 bulan sangat tertantang untuk mampu menjadi Agen Transformasi pendidikan Merdeka Belajar yang digagas oleh Mas Mentri Nadiem Makarim beserta seluruh jajarannya di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Untuk itu maka saya merancang aksi nyata sebagai tahap awal bergerak di sekolah yaitu membangun kesepakatan dengan Pimpinan Sekolah dan teman sejawat untuk menerapkan merdeka belajar di sekolah /kelas, membentuk Komunitas Belajar Guru Merdeka bersama teman sejawat untuk belajar bersama dan berkolaborasi mengembangkan model pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan konsep merdeka belajar dan mendesain ulang rencana pembelajaran di kelas yang menyenangkan dan lebih berpihak pada murid.

 


Foto : Rapat Guru untuk Sosialisasi Program Guru Penggerak

Aksi Nyata diatas telah saya lakukan sejak menerima berita hasil seleksi Calon Guru Penggerak tanggal 5 Oktober, dimana saat itu saya laporkan kepada Kepala Sekolah bahwa saya telah lolos seleksi dan membuat kesepakatan bersama untuk menjalankan merdeka belajar di sekolah/kelas. Setelah itu Pimpinan Sekolah mengadakan Rapat Guru untuk melakukan sosialisasi tentang Program Guru Penggerak untuk menyamakan persepsi. Sejak saat itu saya mendapat dukungan penuh dari Kepala Sekolah untuk menjalankan 2 aksi nyata lainnya yaitu membentuk Komunitas Belajar Guru Merdeka yang terdiri dari 6 orang guru untuk belajar bersama menjadi pioner merdeka belajar di sekolah. Aktivitas Komunitas belajar kami ini dimulai pada tanggal 20 Oktober 2020 berupa pertemuan awal untuk membuat kesepakatan belajar . Selanjutnya tanggal 23 Oktober 2020 kami mulai Sesi belajar 1 yang diisi dengan Refleksi diri guru untuk menyampaikan 3 Harapan dan 3 kekhawatiran terkait diri sendiri sebagai guru dan sekolah sebagai tempat mengabdi. Berdasarkan hasil refleksi , kami sepakat untuk melakukan uji coba Merdeka belajar di kelas masing-masing mulai tanggal 26 Oktober 2020 dan seterusnya. Tanggal  6 November 2020 kami bertemu lagi secara virtual melalui Google meet yang dihadiri Kepala Sekolah di Sesi belajar 2 untuk berdiskusi membahas temuan-temuan selama uji coba merdeka belajar di kelas masing-masing. Berdasarkan hasil diskusi, kami bersama Kepala Sekolah sepakat untuk melakukan aksi nyata yang ke 3 yaitu mendesain ulang rencana pembelajaran atau mengubah teaching scenario agar lebih adaptif lagi dengan konsep merdeka belajar dan jadwal tatap muka terbatas bersama murid di tengah pandemi covid 19. Untuk itu maka pada tanggal 13 November 2020 kami adakan kembali sesi belajar 3 yang membahas lebih dalam lagi tentang implementasi merdeka belajar di kelas, pembelajaran bermakna, desain teaching scenario dan kaitannya dengan AKM (Assesmen Kompetensi Minimal). Berdasarkan hasil diskusi , disepakati untuk menggunakan teaching scenario pembelajaran aktif dan bermakna menggunakan model PBL (Problem Based Learning), Project Based Learning dan Discovery/inquiry dengan metode yang lebih bervariasi. Assesmen yang disepakati bersifat holistik dan divergen sesuai kebutuhan dan bakat/minat para murid.

 

 


Foto : Aktivitas Refleksi di Komunitas Belajar Guru Merdeka SMAK Syuradikara Ende

 

Hasil dari Aksi Nyata yang dilakukan adalah saya mendapatkan dukungan penuh dari Kepala Sekolah dan teman sejawat. Implementasi Merdeka belajar di sekolah mulai berjalan, komunitas belajar guru merdeka terbentuk dan aktif melakukan perbaikan proses pembelajaran yang lebih berpihak pada siswa sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara dan 6 orang guru bersama saya mulai mengubah teaching scenario pembelajaran kami di kelas agar para murid mendapatkan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan.

 


Foto : Aktivitas Belajar di Kelas Merdeka

(Murid diberi ruang untuk terlibat dalam pembelajaran di kelas)

Pembelajaran yang didapat dari pelaksanaan aksi nyata yang saya lakukan adalah bahwa untuk menjadi seorang Guru Penggerak, tidak cukup hanya mampu mengembangkan diri, tetapi juga memiliki kewajiban untuk mengembangkan orang lain. Disamping itu seorang Guru Penggerak harus mampu menjadi pemimpin pembelajaran yang berorientasi pada anak didik dan juga mampu menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri anak didik untuk menjadi murid merdeka dan pembelajar sepanjang hayat. Sementara ini saya belum mengalami kegagalan dalam aksi nyata yang saya lakukan.

Rencana perbaikan untuk pelaksanaan di masa mendatang adalah mengoptimalkan Komunitas belajar Guru Merdeka di sekolah agar menjadi pioner gerakan merdeka belajar di sekolah dan sekaligus mendampingi guru lain untuk melakukan perubahan dan bergerak bersama melaksanakan merdeka belajar di sekolah dan kelas masing-masing.


TERIMA KASIH

 

 

Rabu, 28 Oktober 2020

 JUDUL ARTIKEL : Kesimpulan & Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara



 

      Arus globalisasi di abad 21 ini telah menimbulkan dampak diberbagai sektor termasuk Pendidikan. Di masa kini semua aspek selalu merujuk pada kepentingan pasar global sehingga pendidikan tidak hanya dipandang sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan proses memerdekakan manusia tetapi telah bergeser nilainya menuju pendidikan sebagai komoditas pasar global. Adanya pengaruh besar pendidikan sebagai komoditas pasar ini perlu dicegah dengan kembali melihat konsep-konsep Pemikiran Ki Hajar Dewantara sebagai jalan keluarnya. Ki Dewantara membedakan kata “pendidikan” dan “pengajaran” dalam memahami arti dan tujuan pendidikan. “Pengajaran”, adalah bagian dari “Pendidikan”, yaitu proses pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan “Pendidikan” , berarti memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi Menurut Ki Hajar Dewantara, “Pendidikan” dan “Pengajaran” merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk kepentingan hidup manusia baik dalam hidup bermasyarakat maupun sebagai anggota masyarakat. Ki Hajar Dewantara memandang bahwa arus masuknya nilai-nilai budaya barat harus diambil secara selektif dengan tetap berpegang kebudayaan asli Indonesia. Karena itu menurut beliau, pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat agar tercapat Profil Pelajar Pancasila (Beriman & Berakhlak mulia, mandiri, kreatif, bernalar kritis, gotong royong dan berkebinekaan global).  

Ki hajar Dewantara memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab, maka Pendidikan adalah kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan , kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan dan kebangsaan yang tertuang dalam “Panca Dharma” Pendidikan. Disini Ki Hajar Dewantara menawarkan alternatif konsep pendidikan yang digali dari kearifan budaya bangsa sendiri. Ada 3 kontribusi filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara terhadap pendidikan di Indonesia, yaitu Trilogi Kepemimpinan ( Ing ngarso sung tulada (di depan memberi teladan),Ing madya mangun karso (di tengah membangkitkan semangat berkreasi) dan Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan)), Tri Sentra pendidikan (Alam keluarga, Alam perguruan dan Alam Kepemudaan/kemasyarakatan) dan Sistem “Among” yang melarang adanya hukuman dan paksaan kepada anak didik karena akan mematikan jiwa merdeka dan kreativitas mereka. Pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mampu memperbaiki “lakunya”. dapam proses menuntun, anak didik diberi kebebasan, namun pendidik sebagai Pamong harus memberikan tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Ki Hajar Dewantara juga mengingatkan para guru untuk tetap terbuka , namun tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.

 

      Ki Hajar Dewantara juga mengelaborasi pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut : “Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa kepentingan anak didik , baik mengenai hidup diri pribadinya, maupun hidup kemasyarakatannya agar jangan sampat meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengankodrat alam mauppun kodrat zaman. Bila dilihat dari kodrat zaman, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki ketrampilan abad 21. Budi Pekerti menjadi pelengkap penting yang harus menyertai setiap anak sebagai perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak, perpaduan antara cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan karya (psikomotor).keluarga menjadi tempat utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak.

      Relevansi pemikiran Ki Hajar Dewantara, terhadap transformasi pendidikan di zaman ini dalam bentuk 3 kerangka perubahan yaitu : Kodrat keadaan  (Kodrat alam dan kodrat zaman), Asas Trikon ( Kontinuitas yaitu melakukan dialog kritis dengan sejarah-jangan lupa akar budaya bangsa, Konvergensi yaitu pendidikan harus memanusiakan manusia dan memperkuat nilai kemanusiaan dan Konsentris yaitu pendidikan harus menghargai keberagaman dan memerdekakan pembelajar karena setiap orang berpikir dan beredar sesuai orbitnya) dan apa yang berubah diiringi dengan kebijaksanaan /Budi Pekerti.

 

MENJAWAB PERTANYAAN REFLEKSI :

1. Apa yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum saya mempelajari modul 1.1?

   JAWAB: 

Sebagai seorang guru mulanya saya percaya bahwa anak didik wajib mengikuti apa perkataan gurunya untuk bisa berhasil dalam belajar. Anak didik adalah selembar kertas putih yang harus ditulis oleh gurunya. Guru lebih dominan dalam proses pembelajaran dan lebih beorientasi pada tugas yang akhirnya berdampak pada guru kurang memperhatikan inisiatif dan pendapat anak didik, kurang percaya pada kemampuan anak didik dan merasa bahwa guru selalu benar dan tak pernah salah. Akibatnya anak didik menjadi pasif, kurang mandiri dan mau disiplin hanya ketika guru ada di dalam kelas atau didekatnya (disiplin semu).

2. Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul ini? 

   JAWAB: 

Seiring dengan berjalannya waktu dan setelah saya mempelajari Modul ini, saya mulai berpikir untuk mengubah pemikiran dan perilaku saya. Semula saya percaya bahwa anak didik harus mengikuti setiap perkataan guru harus diubah menjadi setiap anak didik bebas/ merdeka untuk menentukan jalan belajar dan masa depannya. Guru hanya berperan sebagai fasilitator, motivator dan inovator. Model pengelolaan kelas harus diubah menjadi lebih demokratis dan anak didik diberikan peran seluas-luasnya untuk mengembangkan segenap kodrat yang dimilikinya dan mengenali potensi /bakatnya. Penting untuk mengkondisikan proses belajar yang nyaman agar siswa merasa bahwan guru adalah orang tuanya di dalam kelas dan mereka bisa terbuka memberikan pendapat atau kritikan yang konstruktif. Guru dituntut untuk lebih terbuka dan mau mendengar inisiatif dan pendapat anak didik. Sebagai seorang guru harus senantiasa rajin belajar sebelum mengajar anak didik

 

3. Apa yang bisa segera saya terapkan lebih baik agar kelas saya mencerminkan pemikiran KHD?

JAWAB:

Ø Menerapkan Model pengelolaan kelas yang Demokratis, kreatif dan menyenangkan.

Ø Di kelas Guru menjadi Pemimpin pembelajaran yang berpihak pada anak dan berpatokan pada Trilogi Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara ( Ing ngarso sung tulada, Ing madya mangun karsa dan Tut Wuri Handayani)

Ø Di kelas Guru berperan sebagai Pamong /fasilitator pembelajaran yang menuntun anak didik untuk belajar dengan merdeka (merdeka berpikir dan menrdeka mengembangkan/mengekspresikan setiap ilmu-ilmu baru yang dipelajarinya untuk mencapai Profil Pelajar Pancasila ( Beriman & berakhlak mulia, mandiri, kreatif, bernalar kritis, gotong-royong dan berkebinekaan global).

 


 

TERIMA KASIH

 

 

Demonstrasi Kontekstual : Filosofi Pendidikan Menurut Pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam Karya Puisi_ Pendidikan Guru Penggerak_MariaGDLPemba_SMAK Syuradkara Ende


 

Tanggapan Refleksi Kritis Filosofi Pendidikan Menurut Pemikiran Ki Hajar Dewantara_Pendidikan Guru Penggerak _MariaGDLPemba_SMAK Syuradikara Ende