Sebagai institusi pemdidikan, tentunya setiap sekolah mempunyai Program Sekolah. Keberhasilan dari sebuah Program Sekolah sangat tergantung pada cara pandang sekolah melihat ekosistemnya: Apakah sebagai kekuatan atau sebagai kekurangan. Pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif. Sekolah yang memandang semua yang dimiliki adalah suatu kekuatan, tidak akan berfokus pada kekurangan tapi berupaya pada pemanfaatan aset yang dimiliki. Program kerja sekolah dapat dilihat sebagai proses perencanaan terhadap semua hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan pendidikan di suatu sekolah untuk mencapai tujuan/maksud pendidikan tersebut diatas secara efektif dan efisien.
Dalam Pendidikan Guru Penggerak, Program Kerja Sekolah yang dimaksud adalah Program sekolah yang berdampak pada murid. Oleh karena itu, peran Guru penggerak adalah sebagai pemimpin dalam pengelolaan Program Sekolah yang berdampak pada murid. Program yang berdampak pada murid adalah program yang meningkatkan keberpihakan pada murid dengan cara menguatkan yang sudah ada (spirit), mendorong kebermaknaan (komitmen) serta mengimplementasikan kepemimpinan murid (kontekstual). Contohnya seperti program sekolah untuk meningkatkan kompetensi murid pada aspek kepemimpinan/literasi/toleransi menuju tercapainya Profil pelajar Pancasila ( Beriman dan berakhlak mulia, Mandiri, Bernalar Kritis, Kreatif, Gotong-royong, Berkebinekaan Global). Penyusunan program yang berdampak pada murid disesuaikan dengan kondisi sekolah , potensi/aset daerah sekitar , kondisi sosial dan budaya masyarakat sekitar , kebutuhan murid dan memperhatikan resiko yang akan timbul dari Program tersebut. Secara umum langkah program adalah perencanaan-implemebtasi-evaluasi. Agar semua program sekolah yang disusun dapat berdampak positif pada murid (efektif) dan efisien, maka proses penyusunan Program dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa langkah-langkah saintifik Inkuiri Apresiatif Model BAGJA/5 D (Manajemen Berbasis Kekuatan). 5 D : Salah satu strategi yang digunakan untuk tahapan membuat program. 5 D merupakan akronim dari Define, Discovery, Dream, Design, Destiny/Deliver. Sedangkan BAGJA : merupakan kontekstualisasi dari konsep 5D; akronim dari B (Buat pertanyaan); A (Ambil pelajaran) ; G (Gali mimpi) ; J (Jabarkan rencana); dan A (Atur Eksekusi). Selain BAGJA, alat bantu lainnya adalah 7 Modal/Aset sekolah (Modal manusia, Modal sosial. Modal fisik, Modal lingkungan/alam. Modal Finansial, Modal Politik, Modal Agama & Kebudayaan), 5 Tipe Resiko, 5 prinsip Monev dan 12 pedoman MELR yang akan dijelaskan lebih lanjut setelah ini.
Dunia pendidikan kita juga mengenal istilah manajemen pendidikan yang dilakukan sekolah untuk mengembangkan mutu sekolah dan manajemen resiko merupakan salah satu hal wajib yang harus dilakukan dalam merencanakan program sekolah. Manajemen resiko haruslah menjadi satu kesatuan bagian yang tak terpisahkan dari pelaksanaan sistem manajemen di sekolah. Labombang (2011: 39) berpendapat bahwa walaupun suatu kegiatan telah direncanakan sebaik mungkin, namun tetap mengandung ketidakpastian bahwa nanti akan berjalan sepenuhnya sesuai rencana.
Resiko dalam sebuah program merupakan sebuah langkah awal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi segala sesuatu yang kemungkinan besar dapat terjadi, termasuk juga dalam merencanakan dan melaksanakan program pendidikan. Resiki akan muncul bersama dengan tujuan dan kegiatan sebuah program. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan wajib melakukan rangkaian analisis dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengendalikan dan mengevaluasi risiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan program sekolah. Dalam Prinsip Dasar Manajemen resiko (2019:3), Manajemen resiko adalah metode yang tersusun secara logis dan sistematis dari suatu rangkaian kegiatan; penetapan konteks, identifikasi,analisa, evaluasi, pengendalian serta komunikasi resiko. Berikut adalah penjelasan langkah-langkah sistematis yang ada dalam Manajemen Resiko yaitu ;
1. Penetapan konteks : menetapkan strategi , kebijakan sekolah dan ruang lingkup manajemen resiko yang akan dilakukan.
2. Identifikasi : mengidentifikasi apa,mengapa dan bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko dari program untuk dianalisis lebih lanjut
3. Analisa : Dilakukan dengan menentukan tingkatan probabilitas dan konsekuensi yang akan terjadi. Kemudian ditentukan tingkatan resiko yang ada dengan mengalikan kedua variabel tersebut (probabilitas X konsekuensi)
4. Evaluasi : Membandingkan tingkat resiko yang ada dengan kriteria standar. Jika tingkat resiko ditetapkan rendah,maka resiko tersebut masuk ke dalam kategori yang dapat diterima dan mungkin hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan pengendalian.
5. Pengendalian serta komunikasi resiko: melakukan penurunan derajat probabilitas dan konsekuensi yang ada dengan menggunakan berbagai alternatif metode.
Resiko tidak dapat dihindari tetapi dapat dikelola dan dikendalikan karena apabila resiko tidak dikelola dengan baik maka akan mengakibatkan kerugian serta hambatan, sehingga program sekolah yang telah direncanakan tidak berjalan dengan baik Begitu pula sebaliknya apabila resiko dapat dikelola dengan baik maka sekolah dapat meminimalisir segala kerugian yang dapat menghambat jalannya program sekolah yang telah direncanakan.
Risiko merupakan sesuatu yang memiliki dampak terhadap pencapaian tujuan organisasi. beberapa tipe resiko di lembaga pendidikan, meliputi:
1. Resiko Strategis : merupakan resiko yang berpengaruh terhadap kemampuan organisasi mencapai tujuan
2. Resiko Keuangan : merupakan resiko yang mungkin akan berakibat berkurangnya aset
3. Resiko operasional : merupakan resiko yang berdampak pada kelangsungan proses manajemen
4. Resiko pemenuhan: merupakan resiko yang berdampak pada kemampuan proses dan prosuderal internal untuk memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku
5. Resiko Reputasi : merupakan risiko yang berdampak pada reputasi dan merek lembaga. (Princewatercoper, 2003)
Pada akhirnya perubahan-perubahan yang dilakukan sekolah akan menimbulkan suatu resiko, namun tidak melakukan perubahan pun merupakan sebuah resiko.
Dalam membuat program, selain manajemen resiko, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan, yaitu tahapan MELR: Monitoring, Evaluation, Learning, Reporting (Monitoring, Evaluasi Pembelajaran, Laporan). Monitoring dan evaluasi adalah suatu aktivitas yang sangat penting untuk mendukung tercapainya suatu tujuan dari proyek atau program yang dilakukan. Kertsy Hobson, dkk (2013) dalam buku yang berjudul “A Step by Step Guide to Monitor and Evaluation”, Hobson dkk menjelaskan bahwa monitoring adalah proses menghimpun informasi dan analisis internal dari sebuah proyek atau program. Evaluasi adalah sebuah penilaian retrospektif secara periodik pada satu proyek atau program yang telah selesai. Biasanya kegiatan evaluasi melibatkan penilai luar yang independen.
Monitoring dan evaluasi, atau lebih mudah disingkat dengan M&E, perlu disinergikan dengan kegiatan atau program yang sedang berjalan dengan melakukan perencanaan, tindakan, dan refleksi. Ketiga aktivitas ini menjadi sebuah siklus yang dapat dilakukan berulang-ulang. Dalam melakukan monitoring dan evaluasi, Kertsy Hobson menawaran dua belas prinsip dasar yang dapat digunakan sebagai pedoman:
1. Pertama, mengapa perlu melakukan monitoring dan evaluasi? Tahap awal sebelum melakukan monitoring dan evaluasi adalah mengetahui alasan mengapa monitoring dan evaluasi dibutuhkan. Banyak hal positif yang bisa diperoleh dari aktivitas monitoring dan evaluasi.
2. Kedua adalah menyetujui prinsip-prinsip yang menjadi pedoman. Prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam melakukan monitoring dan evaluasi adalah hal penting untuk dimiliki. Beberapa prinsip yang harus dipenuhi adalah bahwa monitoring dan evaluasi harus relevan, berguna, sesuai dengan waktu yang ditetapkan, dan kredibel.
3. Ketiga, menentukan program atau proyek yang perlu dimonitor. Penting untuk menentukan program atau kegiatan yang harus dimonitor berdasarkan pada tingkat prioritasnya. Dengan demikian, perlu dipikirkan program mana yang akan dinilai, untuk periode kapan, dan apakah program tersebut adalah aktivitas yang sedang berlangsung sehingga perlu dimonitoring, atau sebagai rangkaian aktivitas yang sudah selesai sehingga perlu dievaluasi.
4. Keempat adalah menentukan siapa saja yang terlibat dalam setiap tahapan monitoring dan evaluasi. Untuk memastikan M&E relevan untuk pihak pemangku kepentingan, perlu dipertimbangkan informasi yang butuhkan oleh pihak pemangku kepentingan. Untuk itu, identifikasi siapa saja dari para pihak pemangku kepentingan yang menjadi bagian internal program dan eksternal program adalah hal yang perlu diperhatikan.
5. Kelima, adalah menentukan topik kunci dan pertanyaan untuk melakukan investigasi. Langkah selanjutnya adalah menentukan isu dan pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya. Contoh pertanyaan internal yang dapat diajukan kepada kelompok adalah: seberapa baik anggota kelompok bisa bekerja sama dalam hubungannya dengan sumber daya manusia, kepemimpinan, biaya, dan manajemen? Seberapa baik anggota kelompok bisa bekerja dengan orang lain?
6. Keenam adalah mengklarifikasi sasaran, tujuan, aktivitas, dan langkah-langkah untuk berubah. Untuk dapat menilai kemajuan, perlu diketahui apa yang sedang diraih dan bagaimana cara meraihnya dengan kembali melihat apa yang menjadi tujuan, target, dan kegiatan yang sudah dilakukan. Berikut adalah beberapa konsep penting yang menjadi kunci dalam strategi dan desain program atau proyek adalah :
1) Aim (dampak yang diinginkan), yaitu dampak akhir yang ingin diraih pada kehidupan orang lain atau lingkungan sekitar.
2) Objective (tujuan; outcome yang diinginkan), yaitu perubahan-perubahan yang perlu dilakukan untuk mencapai dampak yang diinginkan)
3) Output, yaitu hasil cepat yang diraih dari satu kegiatan yang dapat berkontribusi terhadap tujuan yang ingin dicapai (objective).
4) Activities, yaitu kegiatan program atau kegiatan proyek yang sedang dilakukan sebagai proses memperoleh output yang diinginkan.
5) Inputs, yaitu semua yang diperlukan selama melakukan kegiatan program atau proyek, seperti manusia, keuangan, organisasi, teknis, dan semua sumber daya sosial.
Adapun strategi dan desain program untuk mencapai perubahan dapat dijelaskan dengan tahapan: input – kegiatan –output – outcome – dampak (impact)
7. Ketujuh adalah mengidentifikasi informasi yang perlu diketahui. Informasi yang diperlukan biasanya ditujukan untuk memantau atau menilai apa saja yang berubah, memahami mengapa bisa berubah, dan menginterpretasi perubahan. Informasi yang diinginkan dapat berupa data kuantitatif (menjawab pertanyaan, apa, berapa, dan kapan) atau data kualitatif (menjawab pertanyaan mengapa, bagaimana)
8. Kedelapan adalah memutuskan bagaimana informasi diperoleh. Biasanya data diperoleh melalui berbagai sumber internal dan eksternal. Pengumpulan metode Informasi yang digunakan untuk monitoring internal adalah rekam jejak internal kegiatan, menyimpan data sekunder yang relevan, workshop kelompok yang dilakukan secara periodik, diskusi, FGD, survei periodik, dan perlengkapan komunitas. Evaluasi dapat dilakukan oleh pihak eksternal. Biasanya evaluasi yang dilakukan oleh pihak luar berupa wawancara. Penilai eksternal dapat menggunakan data yang diperoleh melalui sistem monitoring internal.
9. Kesembilan, menilai kontribusi/pengaruh yang diberikan. Bagian penting dari M&E adalah menilai pengaruh atau kontribusi kegiatan terhadap dampak atau outcome yang dapat diobservasi. Untuk melihat pengaruh atau kontribusi yang dapat dirasakan, penilaian dapat dengan melakukan kontrol secara acak, atau melakukan penilaian retrospektif.
10. Kesepuluh adalah menganalisis dan menggunakan informasi. Tujuan utama dari monitoring adalah untuk mendukung pengambilan keputusan internal dan perencanaan sehingga dilakukan analisis secara periodik, menilai, dan menggunakan informasi tersebut. Tips dalam menganalisis dapat disesuaikan dengan sifat data, yaitu :
Ø Jika data adalah informasi bersifat kualitatif : mengidentifikasi kategori, menginterpretasikan temuan, dan bersiap untuk hasil yang di luar perkiraan.
Ø Jika data adalah informasi yang bersifat kuantitatif: menghitung total sampel, menghitung rata-rata dan persentase serta melakukan pengujian statistik.
11. Kesebelas adalah menjelaskan data. Data yang dijelaskan sangat bergantung pada tujuan. Data disampaikan kepada pihak pemangku kepentingan yang relevan dengan data yang akan dijelaskan. Dalam menjelaskan data, perlu ditentukan siapa yang menjadi pendengar atau hadirin, menjahitkan data agar bisa dipahami oleh pemangku kepentingan, memindahkan data menjadi grafik, dan menggambarkan hasil-hasil penting kepada pemangku kepentingan atau hadirin.
12. Kedua belas adalah tentang etika dan proteksi data. Dalam etika memproteksi data, semua peserta atau responden yang dilibatkan selama proses monitoring dan evaluasi wajib dijaga kerahasiaannya.
Seringkali ada kesulitan untuk membedakan Monotoring (M) dan Evaluasi (E). Berikut adalah Tabel Perbedaan antara Monitoring dan Evaluasi :
Dr Roger Greenaway seoarang ahli di bidang pelatihan guru dan sebagai fasilitator merancang kerangka kerja L /Pembelajaran (Learning) melalui empat tingkat atau model 4 F, yaitu :
1. Fact (Fakta ): Catatan objektif tentang apa yang terjadi
2. Feeling (Perasaan): Reaksi emosional terhadap situasi
3. Finding (Temuan): Pembelajaran konkret yang dapat diambil dari situasi tersebut
4. Future (Masa Depan): Menyusun pembelajaran digunakan di masa depan
Model ini dapat digunakan untuk berpikir dan merefleksikan situasi dan dapat membantu menyusun refleksi tertulis. Model ini mudah diingat dan membahas aspek utama dari apa yang perlu dipertimbangkan ketika meninjau suatu pengalaman.Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari refleksi perlu ditinjau kembali pemikiran yang dimiliki. Untuk masing-masing bagian sejumlah pertanyaan bermanfaat diuraikan di bawah ini.
1. Fakta (Fact)
² F pertama merupakan fakta yaitu memeriksa urutan peristiwa dan momen-momen penting untuk menarik dan melihat fakta fakta. Membuat laporan singkat yang meliputi (apa?, di mana? kapan?, mengapa? dan bagaimana?) :
Ø Apakah sesuatu yang tidak terduga terjadi? Adakah kejutan?
Ø Apakah sesuatu yang sangat dapat diprediksi terjadi?
Ø Apa yang paling berkesan / berbeda / menarik?
Ø Apa titik balik atau momen kritis?
Ø Apa yang terjadi selanjutnya? Apa yang terjadi sebelumnya?
Ø Apa yang paling memengaruhi sikap dan perilaku Anda?
Ø Apa yang tidak terjadi yang Anda pikir / harapkan akan terjadi.
2. Perasaan (Feeling)
² Menggambarkan perasaan dalam situasi yang dapat membimbing untuk sepenuhnya memahami situasi dan pembelajaran didasarkan pada pengalaman. Mengevaluasi dan menilai secara tidak sengaja dengan perasaan dengan menggunakan ‘merasa’ sebagai penilaian, misalnya ‘Saya merasa mereka salah’, atau feeling perasaan saya adalah itu pilihan yang baik ’, kemudian menulis ulang sebagai perasaan baru. Contoh pertanyaan :
Ø Apa saja perasaan yang dialami
Ø Pada titik apa Anda merasa paling atau paling tidak terlibat?
Ø Perasaan apa lagi yang ada dalam situasi tersebut?
Ø Pada titik mana secara sadar dapat mengendalikan / mengekspresikan perasaan Anda
3. Temuan (Finding)
² Menyelidiki dan menafsirkan situasi untuk menemukan makna dan membuat penilaian. Pertanyaan utama adalah 'bagaimana' dan 'mengapa'. Contoh Pertanyaan :
Ø Mengapa hal tersebut tidak berhasil?
Ø Bagaimana hal tersebut bisa memengaruhi ?
Ø Apakah ada peluang atau penyesalan yang terlewat?
4. Masa depan (Future)
² Mengambil temuan dan mempertimbangkan bagaimana menerapkannya di masa depan. Contoh pertanyaan :
Ø Bagaimana bayangan terhadap masa depan?
Ø Apa yang sudah berubah?
Ø Pilihan apa yang sudah dimiliki?
Ø Bagaimana temuan ini dapat berjalan dengan baik?
Ø Rencana apa yang yang akan dilakukan untuk masa depan?
Menurut Himstreet, et al. (1983), Laporan (Reporting)/disingkar R adalah pesan yang disampaikan secara sistematis dan objektif yang digunakan untukmenyampaikan informasi dari satu bagian organisasi kepada bagian lain atau lembaga lain untuk membantu pengambilan keputusan atau memecahkan persoalan. Laporan (R: reporting) merupakan alat bagi pimpinan untuk menginformasikan atau memberikan masukan untuk setiap pengambilan keputusan yang diambilnya. Oleh karena itu laporan harus akurat, lengkap, dan objektif. Dalam prakteknya, laporan adalah sebuah dokumen yang merupakan produk akhir dari suatu kegiatan. Laporan menyajikan informasi dengan cara yang sangat khusus. Informasi yang terkandung dalam laporan sesungguhnya telah ditulis dan dikumpulkan dalam kertas kerja. Pada dasarnya laporan merupakan gambaran tentang apa (what) yang telah terjadi, di mana (where) kejadian tersebut berlangsung, bilamana (when) kejadian itu terjadi dan mengapa (why) hal itu terjadi, siapa (who) yang bertanggung jawab terhadap sesuatu yang telah terjadi, serta bagaimana (how) kejadiannya. Konsep ini dikenal dengan istilah 5W+ 1H.
Tujuan penyusunan laporan adalah untuk menjadikan informasi yang disampaikan jelas dan mudah dipahami. Oleh karena itu, materi laporan yang disampaikan hanya yang perlu diketahui oleh pihak pembaca. Pada umumnya laporan digunakan untuk menyampaikan tujuan yang bersifat umum sebagai berikut:
1. Memantau dan mengendalikan suatu kegiatan.
2. Membantu mengimplementasikan kebijakan dan prosedur yang telah ditentukan
3. Memenuhi persyaratan.
4. Mendokumentasikan kegiatan
5. Merupakan pedoman untuk persoalan tertentu
Fungsi Laporan Fungsi laporan dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pertanggungjawaban dan pengawasan
2. Laporan merupakan suatu pertanggungjawaban dari seorang kepada pimpinannya sesuai dengan fungsi tugas yang dibebankan kepada yang bersangkutan.
3. Penyampaian informasi : merupakan salah satu sumber informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan fungsi dan tugas-tugasnya.
4. Bahan pengambilan keputusan Dalam pelaksanaan manajemen : untuk keperluan pengambilan keputusan oleh pimpinan diperlukan data atau informasi yang berhubungan dengan keputusan yang diambil. Data atau informasi itu berasal dari semua satuan organisasi atau pejabat di dalam organisasi melalui laporan-laporan. Sebagai salah satu alat untuk membina kerja sama, saling pengertian, dan koordinasi dengan bagian/unit lain.
5. Sebagai salah satu alat untuk memperluas ide dan tukar-menukar pengalaman.
Berikut adalah syarat-syarat laporan agar laporan yang dibuat dapat dengan mudah dibaca dan dimengerti maka laporan tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Laporan mencerminkan Isi laporan. isi laporan harus dapat dimengerti dan dapat memenuhi keinginan yang memintanya maka laporan harus memuat informasi yang benar dan objektif.. Kebenaran dari informasi tersebut sangat penting karena hal tersebut sangat berkaitan dengan pengambilan keputusan. Bila informasi dalam laporan tersebut tidak benar maka keputusan yang diambil pun akan salah.
2. Laporan harus langsung pada sasaran. Perlu disadari bahwa pimpinan mempunyai waktu yang sangat terbatas. Dengan keterbatasan waktu yang dimiliki, hendaknya kita harus mengusahakan agar laporan yang kita buat tidak terlalu panjang sehingga tidak terlalu menyaporan harus diusahakan singkat, tepat, padat, dan jelas serta langsung mengenai persoalannya.
3. Laporan harus lengkap. Kelengkapan suatu laporan banyak ditentukan oleh kemampuan penyusun dalam mengorganisir data yang mencakup semua segi masalah yang dilaporkan. Penyajian dalam bentuk uraian akan lebih lengkap kalau ditunjang dengan supporting data (data penunjang) misalnya, data statistik, grafik, skema, dan sebagainya.
4. Laporan harus tegas dan konsisten. Laporan hendaknya dibuat sedemikian rupa sehingga tidak memberikan kesempatan timbulnya masalah atau persoalan baru. Ini berarti bahwa uraian yang dikemukakan harus tegas dan konsisten antara bagian laporan yang satu dengan bagian yang lainnya.
5. Laporan harus tepat pada waktunya. Agar pimpinan dapat menentukan kebijaksanaan selanjutnya dan dapat menyelesaikan masalah dengan benar maka ketepatan waktu penyampaian laporan harus benar-benar diperhatikan. Laporan harus diusahakan secepat-cepatnya dibuat dan disampaikan kepada pimpinan. Tidak tepatnya waktu penyampaian suatu laporan berarti tindakan korektif yang harus diambil ataupun follow up-nya akan mengalami keterlambatan. Hal ini akan mengakibatkan hal yang negatif pada organisasi.
6. Laporan harus tepat penerimaannya. Laporan pada dasarnya mengandung pengertian komunikasi timbal balik antara yang memberi laporan dengan penerima laporan atau antara atasan dan bawahan. Di satu pihak atasan ingin mengetahui sampai di mana pelaksanaan tugas yang telah diberikannya, dan di lain pihak bawahan ingin mengetahui atau mendapatkan respon dari atasan atas laporannya serta bagaimana follow up dari laporan tersebut. Oleh karena itu, laporan harus benar-benar sampai kepada yang memintanya. Laporan yang tidak sampai kepada sasarannya dan sampai kepada orang yang tidak berhak membacanya, akan menimbulkan masalah yang tidak diinginkan, misalnya terjadi kebocoran rahasia, laporan bagi yang memintanya sudah tidak ada nilainya lagi, dan penilaian negatif oleh atasan terhadap bawahan bersangkutan
Berikut adalah strategi Pelaporan yang efektif yaitu sebelum melakukan laporan, ada beberapa pertanyaan panduan, seperti:
Ø Apakah laporan disiapkan untuk tujuan audit?
Ø Apakah data disiapkan untuk menundukung investigasi tugas pembelajaran yang tidak lengkap?
Ø Apakah laporan bertujuan untuk mendemonstrasikan dampak dari pembelajaran Anda pada sebuah organisasi?
TERIMA KASIH