Arus globalisasi di abad 21 ini telah menimbulkan dampak diberbagai sektor termasuk Pendidikan. Di masa kini semua aspek selalu merujuk pada kepentingan pasar global sehingga pendidikan tidak hanya dipandang sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan proses memerdekakan manusia tetapi telah bergeser nilainya menuju pendidikan sebagai komoditas pasar global. Adanya pengaruh besar pendidikan sebagai komoditas pasar ini perlu dicegah dengan kembali melihat konsep-konsep Pemikiran Ki Hajar Dewantara sebagai jalan keluarnya. Ki Dewantara membedakan kata “pendidikan” dan “pengajaran” dalam memahami arti dan tujuan pendidikan. “Pengajaran”, adalah bagian dari “Pendidikan”, yaitu proses pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan “Pendidikan” , berarti memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi Menurut Ki Hajar Dewantara, “Pendidikan” dan “Pengajaran” merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk kepentingan hidup manusia baik dalam hidup bermasyarakat maupun sebagai anggota masyarakat. Ki Hajar Dewantara memandang bahwa arus masuknya nilai-nilai budaya barat harus diambil secara selektif dengan tetap berpegang kebudayaan asli Indonesia. Karena itu menurut beliau, pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat agar tercapat Profil Pelajar Pancasila (Beriman & Berakhlak mulia, mandiri, kreatif, bernalar kritis, gotong royong dan berkebinekaan global).
Ki hajar Dewantara memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab, maka Pendidikan adalah kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan , kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan dan kebangsaan yang tertuang dalam “Panca Dharma” Pendidikan. Disini Ki Hajar Dewantara menawarkan alternatif konsep pendidikan yang digali dari kearifan budaya bangsa sendiri. Ada 3 kontribusi filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara terhadap pendidikan di Indonesia, yaitu Trilogi Kepemimpinan ( Ing ngarso sung tulada (di depan memberi teladan),Ing madya mangun karso (di tengah membangkitkan semangat berkreasi) dan Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan)), Tri Sentra pendidikan (Alam keluarga, Alam perguruan dan Alam Kepemudaan/kemasyarakatan) dan Sistem “Among” yang melarang adanya hukuman dan paksaan kepada anak didik karena akan mematikan jiwa merdeka dan kreativitas mereka. Pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mampu memperbaiki “lakunya”. dapam proses menuntun, anak didik diberi kebebasan, namun pendidik sebagai Pamong harus memberikan tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Ki Hajar Dewantara juga mengingatkan para guru untuk tetap terbuka , namun tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
Ki Hajar Dewantara juga mengelaborasi pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut : “Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa kepentingan anak didik , baik mengenai hidup diri pribadinya, maupun hidup kemasyarakatannya agar jangan sampat meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengankodrat alam mauppun kodrat zaman. Bila dilihat dari kodrat zaman, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki ketrampilan abad 21. Budi Pekerti menjadi pelengkap penting yang harus menyertai setiap anak sebagai perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak, perpaduan antara cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan karya (psikomotor).keluarga menjadi tempat utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak.
Relevansi pemikiran Ki Hajar Dewantara, terhadap transformasi pendidikan di zaman ini dalam bentuk 3 kerangka perubahan yaitu : Kodrat keadaan (Kodrat alam dan kodrat zaman), Asas Trikon ( Kontinuitas yaitu melakukan dialog kritis dengan sejarah-jangan lupa akar budaya bangsa, Konvergensi yaitu pendidikan harus memanusiakan manusia dan memperkuat nilai kemanusiaan dan Konsentris yaitu pendidikan harus menghargai keberagaman dan memerdekakan pembelajar karena setiap orang berpikir dan beredar sesuai orbitnya) dan apa yang berubah diiringi dengan kebijaksanaan /Budi Pekerti.
MENJAWAB PERTANYAAN REFLEKSI :
1. Apa yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum saya mempelajari modul 1.1?
JAWAB:
Sebagai seorang guru mulanya saya percaya bahwa anak didik wajib mengikuti apa perkataan gurunya untuk bisa berhasil dalam belajar. Anak didik adalah selembar kertas putih yang harus ditulis oleh gurunya. Guru lebih dominan dalam proses pembelajaran dan lebih beorientasi pada tugas yang akhirnya berdampak pada guru kurang memperhatikan inisiatif dan pendapat anak didik, kurang percaya pada kemampuan anak didik dan merasa bahwa guru selalu benar dan tak pernah salah. Akibatnya anak didik menjadi pasif, kurang mandiri dan mau disiplin hanya ketika guru ada di dalam kelas atau didekatnya (disiplin semu).
2. Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul ini?
JAWAB:
Seiring dengan berjalannya waktu dan setelah saya mempelajari Modul ini, saya mulai berpikir untuk mengubah pemikiran dan perilaku saya. Semula saya percaya bahwa anak didik harus mengikuti setiap perkataan guru harus diubah menjadi setiap anak didik bebas/ merdeka untuk menentukan jalan belajar dan masa depannya. Guru hanya berperan sebagai fasilitator, motivator dan inovator. Model pengelolaan kelas harus diubah menjadi lebih demokratis dan anak didik diberikan peran seluas-luasnya untuk mengembangkan segenap kodrat yang dimilikinya dan mengenali potensi /bakatnya. Penting untuk mengkondisikan proses belajar yang nyaman agar siswa merasa bahwan guru adalah orang tuanya di dalam kelas dan mereka bisa terbuka memberikan pendapat atau kritikan yang konstruktif. Guru dituntut untuk lebih terbuka dan mau mendengar inisiatif dan pendapat anak didik. Sebagai seorang guru harus senantiasa rajin belajar sebelum mengajar anak didik
3. Apa yang bisa segera saya terapkan lebih baik agar kelas saya mencerminkan pemikiran KHD?
JAWAB:
Ø Menerapkan Model pengelolaan kelas yang Demokratis, kreatif dan menyenangkan.
Ø Di kelas Guru menjadi Pemimpin pembelajaran yang berpihak pada anak dan berpatokan pada Trilogi Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara ( Ing ngarso sung tulada, Ing madya mangun karsa dan Tut Wuri Handayani)
Ø Di kelas Guru berperan sebagai Pamong /fasilitator pembelajaran yang menuntun anak didik untuk belajar dengan merdeka (merdeka berpikir dan menrdeka mengembangkan/mengekspresikan setiap ilmu-ilmu baru yang dipelajarinya untuk mencapai Profil Pelajar Pancasila ( Beriman & berakhlak mulia, mandiri, kreatif, bernalar kritis, gotong-royong dan berkebinekaan global).
TERIMA KASIH